Laman

Senin, 18 November 2013

Cinta Yang Tertunda

 Bagian 1





Langit malam menangis pilu. Disebuah Kamar petak berukuran 4 x 4 meter , ada dua orang sahabat yang sedang menumpahkan kerinduan satu sama lain. Di bawah cahaya jingga remang, hanya ada cahaya pelita yang menerangi, mati lampu.
 
 “Lama aku tak melihat tulisan diblogmu, dek.”
“Ntahlah kak, semakin kesini. Aku terlena, hatiku gamang. Keinginanku untuk menulis, sungguh tak sebanding dengan luka hati yang bernanah ini.”
 Mata indahnya tak mampu membendung terjangan air bening yang membanjiri pipi. Gadis 20 tahun yang wajahnya selalu tampak teduh, senantiasa membuat Karin merindu. Rindu menatap kehangatan sorot matanya, rindu mendengar kata-kata yang menyejukkan dari bibir manis Za. Za yang membangunkan semangat Karin untuk kembali menulis. Ya, keduanya memang sangat menyukai dunia tulis menulis. Hanya saja menulis belum menjadi rutinitas yang  mereka butuhkan. Sekadar untuk menyalurkan keinginan menulis, juga meluapkan perasaan. Bisa dikatakan menulis bagi mereka adalah untuk berbagi suka dan duka, melampiaskan keluh kesah, jeritan hati. “Biasanya, dalam keadaan sangat jatuh, terpuruk. Saat itu pula semangat menulisku meningkat. Cepat aku mengambil pena dan buku, atau notebook. Tapi tidak untuk kali ini. Aku tak sanggup menuliskannya!” Mata indah Za terus meneteskan air mata kepedihan.

Pemiliki nama lengkap Ananda Zara, yang kerap disapa “Za” memang memiliki banyak kelebihan. Kekurangannya seolah tak tampak karena ia selalu menutupi kekurangan yang ada pada dirinya dengan mengeksplor potensi yang dimilikinya. Gadis manis yang semangatnya selalu berkobar-kobar, membuat orang-orang yang ada disekelilingnya sangat menyayanginya. Sifatnya yang anggun memancarkan kecantikan lahir dan batin. Kesolehannya kerap kali membuat remaja putri “Iri” dengan sosok yang sangat peduli dan penyayang itu. Prestasi yang terus diukir membuatnya disegani dan selalu diandalkan. Tidak sedikit yang mengagumi Za, bukan hanya dikalangan remaja putri , Zara juga menjadi pusat perhatian yang selalu diperbincangkan oleh laki-laki yang mengenalnya. 

Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui sejuta kekurangan yang dimiliki bidadari itu. Tidak mudah baginya untuk terbuka tentang masalah pribadinya, memang Za tipe gadis yang suple, ramah, santun dan sangat disiplin. Bukan berarti dia dengan mudah membongkar isi hati yang sebenarnya. Proses kematangannya. Banyak teman , maupun orang yang mungkin baru mengenalnya ingin mengetahui proses panjang perjalanan hidupnya. Bagaimana dia begitu tenang dalam kondisi apapun? Bagaimana ia bisa begitu rapi menggunakan hijab yang sesuai dengan tuntunan syara’? Bagaimana dia bisa mengatur waktu anatara belajar dan berorganisasi? Bagaimana sangat banyak mempunyai relasi diluar kampus dan dikenal oleh beberapa orang besar dikalangan mahasiswa? 

Ya, tidak selalu begitu. Semakin banyak kita melihat kelebihan pada seseorang ternyata kita juga akan menemukan lebih banyak kekurangannya.  Sering pula ia meluapkan heritan hatinya dengan berbagai ekspresi. Terutama menangis sejadi-jadinya dalam sujud panjang ketika bermunajat kepada Sang Pemilik Kehidupan, ataupun bercerita kepada sahabat dekatnya. 
 “Kak, aku tak mengerti kenapa namanya yang mendominasi? Kenapa begitu sulit mengalahkan prasaan dan keinginan ini? Aku bahkan tidak tahu kenapa Tuhan begitu asyik menguji hambaNya dari semua kelemahan yang ditakdirkan pula olehNya. Aku yang sejak dua tahun terakhir dihantui oleh keinginan untuk Menikah, yang kau tahu... aku sebelumnya tak pernah berpikir untuk menikah dini. Oleh karena keadaan yang mengharuskanku, siap tidak siap, mau tidak mau harus bisa menikah saat itu. Sampai detik ini Tuhan belum jua meridhoiku untuk menyempurnakan separuh Dien. Stimulus dua tahun lalu itu telah merubah psikologisku sampai sekarang aku kesulitan menepis keinginan yang awalnya aku tidak pernah pikirkan, dan aku gak mau... dan sekarang Ketika ditanya, aku bahakan mantap menjawab alasan dari keinginanku itu, apa daya... tak ada celah sedikitpun untuk mewujudkannya saat ini. Aku merasa ikhtiarku sudah cukup komplit, dari cara yang dihalalkan bahkan diharamkan sekalipun, apatah Tuhan marah padaku? Akku sungguh bingung. Sekuat tenaga logikaku bermain tapi masih saja dikalahkan oleh perasaanku. Kau tahu, Orang yang paling aku benci di dunia ini adalah diriku sendiri! Aku benci, kenapa akau belum bisa lepas dan membebaskan diri untuk berdiri lebih tegak, menatap lebih tajam berjalan hingga berlari lebih kencang menerobos semak kehidupan ini. Aku bahkan tidak peduli kak, orang bahkan kakak sendiripun mau menilaiku seperti apa. Kembali lagi, biar bagaimanapun aku tetap orang lain yang menilai.”

Karin yang sejak tadi hanya diam menyimak keluh kesah sahabat yang usianya terpaut dua tahun itu mengusap lembut wajah Za. “Aku iri padamu kak...iri sama kalian semua yang sudah menyempurnakan dien, menjaga kesucian lahir batin, dan menemukan belahan jiwa.. aku sungguh iri kak.. sedang aku yang sejak 2 tahun terakhir mati-matian memperjuangkan kehalalan itu belum juga bisa..” Tangis Za memecah keheningan malam. Zara tersedu-sedu dalam pelukan Karin.
Karin memang sudah menikah satu setang tahun lalu, dengan cara yang sangat syar’i. Ta’aruf. Karin yang juga seorang qiyadah (Ketua) di Lembaga Dakwah Kampusnya di usia yang sangat belia 22 tahun mengikat janji setia dengan belahan jiwanya. Jodoh yang telah Tuhan titipkan lebih dulu kepadanya.
                                                                                                                                                Bersambung...


3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum blogger walking.. :) Subhanallah banyak sekali prestasinya..

    BalasHapus
  2. Oala... ini kak nurhijria kan? Blog hani ni kak... sejak 2013 rupanya di sapa..tapi sayang lupa password blog yg ini... bikin lagi kmarin :)

    BalasHapus
  3. Oala... ini kak nurhijria kan? Blog hani ni kak... sejak 2013 rupanya di sapa..tapi sayang lupa password blog yg ini... bikin lagi kmarin :)

    BalasHapus