Rabu, 05 Juni 2013

Percikan Tinta


 Nurhani Gusrini Hani ^_^


Menatap lekat bola mata yang memancarkan ketulusan. Pinggiran kelopak tak mampu membendung terjangan air bening. Menciumi dengan rasa hormat, cinta dan kerinduan yang masih belum tertumpah. Memeluknya dengan erat, seerat ikatan batin diantara keduanya. "Pak,,, sungguh masih rindu.." isak tangis memecah keheningan. Sosok separuh baya yang gemuk dan tegar itu... Menepuk punggung anak perempuan tercintanya. "Kalau ada libur lagi bisa pulang...Smangat ya sayang" kecupan penuh cinta mendarat di dahi gadis 19 tahun nan jelita. Ya, buah hati yang tertua. Menjadi harapannya. 



                                                                     ****
Bara api itu sedang sendu. Tak lama kemudian, sang angin menghembuskan nafas. Si merah menyala. menjilat kayu api yang masih tersisa. Kegagahannya semakin menjadi-jadi. Tatkala sepotong kayu menggelinding, menjauh. Nyalanya merangkak lincah. Menerpa dan menyulut kembali mangsa, Merayap liar. "Hei, aku sedang menikmati sayembara ini. Dzat, Kau pasti menyaksikan." Merangkul dengan sigap, sehelai daun pisang kering melata. Merambat, membentuk lingkaran. "Wahai Dzat Yang Maha Sempurna. Aku yakin, aku pasti sampai." Semakin indah si merah menari menikmati santapan perjalanan. "Sayembara ini Tuhan, sayembara para pecinta sejati. Saksikan aku berhasil. Menyibak cinta-Mu." Redup, padam. Menyisakan arang.
                                                                       ***

Gadis itu yakin bahwa ia dapat menerobos gerimis. Bersiap dan berlari sekuat tenaga dengan bekal keyakinan. Burrrrrrrrrrrr!!! Semakin deras. "hu,hu" nafasnya sengal. Jarak yang harus ditempu terlampau jauh, hanya dengan kedua kakinya. Seluruh tubuhnya kuyub. "Aku bisa, bisa. Pasti bisa." Jalanan tampak lengang. Tak ada satu orang pun yang berlalu. "La haula wa la quwwata illa billah" Plak! "Astaghfirullah" Gadis itu terjatuh. Lutut dan telapak tangannya berdarah. Langit terus menangis dengan raungan petir. Bola matanya memerah. "Ibu...Nisa datang bu, bertahanlah.." gumamnya. Ya, wanita paruh baya yang telah merawatnya sedang terbaring sakit. "Bu..." sapanya pelan. "Ibu, ini obatnya bu.." tidak ada feedback. Panik, cemas. Meraih nadi. Plus (+) --- "Ya Allah, Ibu.......". Malaikat maut terlebih dulu datang menjemput ibunya. Wanita yang 20 tahun lalu berbesar hati mengambil bayi perempuan di tong sampah. Merawat dan membesarkannya. Ya, Wanita pemulung berhati malaikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar