Sabtu, 24 November 2012

cerpen


Ku Awali Dengan Bismillah, Dan Ku Akhiri Dengan Alhamdulillah

“Assalamu’alaikum..”
“Waaalaikumsalam” sahut seorang wanita yang sedang menggendong anak menghampiri. “Mba  ini ada undangan” pak pos itu menyerahkan surat yang ada di tangannya, “Oh iy terimakasih” sambil membaca undangan  tersebut.“Mari mba” pak pos permisi dan meneruskan pekerjaannya kembali.
Undangan tersebut ditujukan kepada Syaiful, wanita itu langsung menemui abangnya yang sedang tidur sedari tadi malam. Yah, begitulah tabi’at pemuda yang akrab disapa “Iful” itu. nyaris tiap malam dia pulang larut bahkan tak jarang saat azan subuh berkumandang ia baru pulang ke rumah.
“Mas, Mas Iful” adiknya yang bernama Fitri, dengan suaranya yang bersih mencoba membangunkan.
“Eeeeeeeeeeh, Hoam” Iful menguap dan menggeliatkan tubuhnya tanpa baju itu. “Ada apa Fit, pagi-pagi sudah ribut.” Ia menatap kearah adiknya “Oala, Mas jam segini masih di bilang pagi. Tuh liat udah hampir sore malahan” sambil menunjuk kearah jendela kamar. Terkadang adik satu-satunya ini memang terkesan bawel meladeni abangnya yang keras kepala. Ia sudah sering menasehati abangnya yang urak-urakan itu. bagaimana tidak jangankan untuk menjadi seorang abang yang baik, mengurus diri sendiri pun tidak becus. Bisanya hanya berkeluyuran di jalanan bersama teman-temannya menggoda gadis-gadis yang lewat, begadang malam di temani tuak yang menjadi minuman favorit mereka. Namun tetap saja tidak tersentuh hatinya untuk berubah.
“Nih ada undangan pernikahan,” timpalnya menyerahkan undangan.
Iful beranjak dari tidurnya dan menjuntaikan kaki di pinggir resbang sembari membaca undangan itu. Fitri dan anaknya Icha duduk di samping iful. Sejak 4 tahun silam Fitri memang sudah menikah lebih dulu. 3 tahun setamatnya dari SMA Fitri dilamar salah seorang pemuda dari keluaraga berada. Memang Fitri ini memiliki wajah yang sangat ayu, ramah dan rajin. Tak heran pemuda itu mau mempersuntingnya. Dia juga tidak melanjutkan keperguruan tinggi karena ibunya yang sejak 10 tahun silam menjanda. Pasalnya ayah mereka sudah almarhum. Untuk mengisi waktu luangnya setelah SMA Fitri membantu ibunya berjualan batik di pasar malioboro.
“Mas, kapan menyusul?” Tanya fitri , sambil menjaga icha anaknya yang bermain di resabang.
“Umur mas tu hampir kepala 3, aku juga sudah punya anak. Masa duluan adeknya. Gak malu apa mas. Kerjaannya pulang malam terus. Siapa tau udah punya istri sadar juga.” Cerocos si Fitri
Iful hanya diam langsung keluar kamar. Meskipun tabi’atnya kurang baik namun iful tidak pernah main kasar terhadap Ibu dan adiknya. Sebenarnya Iful pemuda yang baik. Hanya saja tidak bisa menjaga pergaulan makanya dia seperti itu, ibunya yang selalu memberikan kasih sayang padanya selalu berusaha menasehatinya dengan cara yang halus dan penuh cinta. Iful ini tipe yang apabila dikasari malah seperti menyuruh dia berbuat yang tidak baik, namun jika disentuh hatinya dia tidak menjadi lebih liar lagi. Namun kalau terlalu lembut juga tidak baik, dia sepertinya akan meremehkan. Maju kena mundur kena.
            Pemuda berumur 28 tahun itu sudah tampak rapi dengan batik dan celana kain hitamnya.
“Wah mau kemana ful, rapi tenan?”  sosok yang penyayang namun sudah renta melontarkan pertanyaan. Matanya masih asyik menatap rajutan sulaman yang ada d tangannya itu. “Mau kondangan bu” jawabnya sambil merapikan kembali penampilannya.
“Rasanya baru minggu kemarin kamu kondangan”
“Iya bu, udah telat ni. Ful brangkat dulu bu” sambil nyelonong pamit tanpa menghiraukan perkataan terkahir ibunya.
            Sore yang sendu itu menyaksikan perjalanan Syaiful dengan sepeda motor bututnya. Ia teringat perkataan adiknya kemarin sore. “Umur mas tu hampir kepala 3, aku juga sudah punya anak. Masa duluan adeknya. Gak malu apa mas. Kerjaannya pulang malam terus. Siapa tahu kalau udah punya istri baru sadar.” Ada perasaan halus menyelusup kdalam hatinya.. “Tit….Tit” suara klakson motor menyadarkannya. Ternyata teman SMAnya dulu juga mau ke kondangan
“Sendirian aja Ful” sapa temannya yang membonceng istri
 “Gak ko, berdua nih sama motor!” sahut Iful sdikit sewot . Hatinya setengah ciut dengan sapaan temannya itu.
“Ah kamu bisa aja ful.” Sambil memarkirkan sepeda motor.
“Yuk kita masuk” ajak Syaiful. Ya, Jarak rumah Iful memang tidak terlalu jauh ke lokasi resepsi.
Acaranya sangat meriah, tampak kedua mempelai sedang bersanding di pelaminan. Iful dan temannya mengambil makanan dan duduk menikmati suasana itu. Terbesit dibenaknya. “Kapan aku bisa bersanding seperti mereka? ah aku harus secepatnya mencari pendamping.” Sambil menyuap nasi dan memandang kearah pengantin.
            Rembulan malam memancarkan pesonanya, syaiful menilik dari balik tirai jendela kamarnya. Ia terbayang wajah gadis nan ayu bernama Siti. Iful sudah lama memendam rasa dengan anak dari seorang Ustad di desanya. Ia berniat melamar pujaan hatinya itu.
Keesokan harinya, iful mendatangi rumah Ustad Lukman yang tidak jauh dari rumahnya.
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam” sahut pak ustad
“Pagi ustad, apa saya mengganggu?”
“Eh, nak iful. Silahkan masuk nak, kamu nggak mengganggu kok. Mari duduk nak”
“Tumben ada apa gerangan pagi-pagi sudah rapi begini?” timpal pak ustad
“Mmm begini ustad, saya ingin melamar anak ustad Siti” Iful bukanlah laki-laki yang suka berbasa-basi. Menatap laki-laki paruh baya dengan koko orange dan sarung. Dengan sorot mata penuh keheranan pak ustad langsung menghela nafas berusa menguasai diri. Dengan sedikit senyum menyungging di bibirnya usatad Lukman langsung mengatakan “Subhanallah, begini nak. Saya selaku orang tua Siti menginginkan yang terbaik untuk anak kami. Tidak usah berpanjang lebar mungkin nak iful sendiri faham apa yang saya maksudkan. Jika Siti punya suami yang kerjanya pulang subuh dengan botol minuman. Rasanya berat nak Iful. Berat untuk saya menerima lamaran nak Iful”
“Iya pak ustad, saya faham. Terimaksih ustad saya pamit.” Raut wajah murung seakan tak sanggup mengangkat kepala. Namun iya tetap mencoba tegar. Dengan perasaan tak karu-karuan Iful berjalan menuju rumahnya. Ada sesuatu yang menyeruak dalam dadanya. Sesak. Sakkit. Terpenjara ingin rasanya ia meronta-ronta. Berteriak sekuat-kuatnya memuaskan rasa hatinya yang tak terbendung itu. Bergelimang dosa menjadikan hatinya gelap. Tanpa cahaya.
            Penduduk setempat juga sudah hapal bagaimana iful. Namun, setelah lamarannya ditolak mentah-mentah oleh Ustad Lukman. Dia berniat tidak akan pernah menyentuh minuman keras lagi.Kata-katap ustad lukman itu bagai tamparan pedas baginya, meskipun dengan bahasa yang halus. Ia membanting tubuhnya ke kasur. Menangis tersedu-sedu mengingat dosa-dosa yang telah ia perbuat.
 Tekatnya untuk mencari jodoh semakin menggebu-gebu. Ia tidak mau menyerah. Ia teringat perkataan seorang kiyai yang terdengar dari suara Toa mesjid. “ Lelaki yang baik itu adalah untuk wanita yang baik begitu juga sebaliknya laki-laki yang jahat itu adalah untuk laki-laki yang jahat. Ingatlah janji Allah itu pati adanya.” Ia berniat untuk memperbaiki diri meskipun ia tak tahu bagaimana caranya. Namun, ia terus dan terus berusaha.
“Tolong…tolong….” Teriak  seorang gadis yang baru keluar dari super market. Tasnya di copet
Syaiful melihat kearah teriakan itu. Tanpa fikir panjang dia mengejar copet itu dan menghajarnya.
“Tub!” satu kali tonjokan. Pencopet itu langsung pingsan. Maklumlah Iful itu sangat menguasai ilmu karate. Jadi gak heran jika dengan satu kali tonjokkan saja pencopet itu sudah K O.
“Mba, ini tasnya. Lain kali hati-hati ya mba” pemuda berbadan tegap itu menyerahkan tas sembari mengingatkan.
“Iya mas, terimakasih banyak ya mas. Mas namanya siapa?” mengulurkan tangan
“Syaiful, panggil saja Iful” berjabat tangan
“Nisa. Mas Iful tadi mau kemana?”
“Saya mau ke Malioboro  jemput Ibu, Ibu saya jualan batik di sana”
“Oh begitu, sekali lagi makasih ya mas. Boleh saya minta no Hp nya?” Sambil mengeluarkan hp

                                                            ***
            “Zet zet zet” hp iful bergetar di atas meja kamarnya. Telpon dari Nisa.
“Halo”
“Ini mas iful ya?
“Iya, siapa ya?
“Nisa mas, yang tadi pagi mas tolong”
“Oh iy, gimana kabarmu ?”
Telpon malam itu membuat hati keduanya berbunga-bunga, sejak saat itu Iful dan nisa sering telponan dan jalan berdua. Iful berharap Nisa mau menjadi istrinya. Ia menyatakan cintanya dan ternyata nisa menerima cinta iful. Memang Iful tak lagi memikirkan untuk berlama-lama menghabiskan waktunya untuk berpacaran. Ia hanya menginginkan untuk segera menikah.
 Kemudian, iful mendatangi kedua orang tua nisa dan meyampaikan niat baiknya itu. Ayah nisa adalah seorang pejabat yang sangat angkuh berbeda sekali dengan nisa yang lembut dan baik hati. Ternyata kedatangan Iful ke rumah nisa tidak di sambut dengan ramah seperti ia ke tempat Ustad Lukman. Meskipun dia di tolak namun Ustad Lukman masih bersikap ramah padanya. Ayah nisa malah memaki-maki Iful dan menyebutnya tidak tau malu.
“Apa? Kamu mau melamar anak saya? Tidak ngaca kamu itu siapa? Pekerjaan saja tidak punya. Mau kamu kasih makan apa anak saya?”
Parkataan itu menghujam kedadanya. Dan melekat dalam ingatannya. Dia tidak mau lagi dihina karena tidak punya penghasilan. Dia berusaha untuk bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya. Dihubunginya teman lama yang bernama Ihsan yang bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan Kimia Farma. Dan alhamdulillah ternyata Ihsan bisa melowongkan pekerjaan untuknya sebagai seorang sales obat.
                                                                        ***
Gadis cantik berbody gitar dengan rambut tergerai indah berjalan di taman menyihir setiap mata pemuda kampus. Hum… siapa yang tidak terpesona dengan kecantikan yang menawan ditambah lagi dengan harum parfum yang menusuk. Tiba-tiba gadis itu melihat Rian pacarnya sedang asyik bercumbu rayu di taman belakang kampus.
Wajahnya kesal penuh amarah. mata memerah. “Rian!” berlari
Rian kaget melihat Naila, “Nai, tunggu nai!”
Naila tidak menghiraukan panggilan rian, dia berlari menemui sahabatnya Yanti. Memeluk yanti dan menceritakan apa yang telah dilihatnya. Yanti mencoba menenangkan dan menguatkan naila. Naila menjalin hubungan dengan rian sudah hampir 2 tahun, dan yanti tahu persis hubungan mereka. Selama ini naila mengira rian cowo yang setia dan perhatian. Tapi tidak sama sekali! Dia bermain dengan wanita lain.
Rian mencoba menghubungi telpon genggam milik naila,
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif…” rian mencoba berkali-kali tetap saja tidak bisa dihubungi.
 Liburan semester kali ini Naila ingin ikut dengan Yanti pulang ke Desanya. “Yan, kamu mau liburan di tempat orang tuamu ya? Menatap lekat wajah yanti yang sedang merapikan pakaian. “Iya, kenapa nai..? kamu mau ikut?” sepertinya yanti sudah bisa menebak maunya naila, “Iya yan..boleh ya aku ikut?” yanti tersenyum dan menganggukan kepala.
“Yan, sementara aku mau pake kartu baru dulu. Kau simpan ya nomorku!” Naila sengaja mengganti kartu handphonnya untuk sementara. Ia ingin menenangkan diri dan menikmati suasana alam di Desa sahabatnya. Yanti berasal dari keluarga sederhana, dia tinggal di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang Jawa Tengah.  Sejak lulus SMA yanti diminta oleh Ayahnya untuk menemani nenek yang sudah renta di Bandung, Yanti adalah gadis yang mandiri dan penyayang, jadi tak heran kalau naila merasa nyaman berada dekat dengannya . mereka bersahabat sejak pertama masuk kuliah di Universitas Pedjadjaran Bandung. Sama-sama di Fakultas Hukum.
            Cuaca tampak cerah. Meskipun tak bisa mencerahkan wajah ranum naila yang masih tampak kecewa dengan pacarnya. Husein Sastranegara International Airport tampak ramai, Yanti dan Naila menuju tempat Chek in. setiap mata memandang ke arah naila yang memiliki postur tubuh yang indah berbalut kaos lengan pendek ketat berwarna ungu dan celana jeans putih sangat serasi dengan kulit putihnya itu. Yanti juga tak kalah cantiknya dengan rok batik dan kaos lengan panjang dengan rambut panjang yang tergerai indah memancarkan pesona yang mampu menghangatkan aliran darah setiap pemuda yang menatapnya. Hanya saja Yanti tidak memiliki kulit seputih naila, wajahnya ayu khas gadis jawa. Mereka berjalan menuju lantai atas menunggu Merpati Nusantara Airlines menjemput dan menerbangkan mereka ke tempat tujuan.
“Nai…. Are you fine honey?” goda yanti sambil memberikan senyum yang mengembang di wajahnya itu. “He” balas naila dengan senyum terpaksa. Dia masih sangat kecewa. Yanti merangkul dan menggenggam tangan naila sambil berlalu.
            Mereka beranjak menuju pintu Merpati Nusantara Airlines dan mengambil posisi di tempat duduk mereka. Beberapa pramugari yang ramah menyapa dan tersenyum hangat menyambut para penumpang. Beberapa bangku sudah terisi, tampak seorang pemuda yang sedang asyik membaca majalah yang sudah tersedia di saku kursi depannya. Ada yang sibuk merapikan barang-barangnya di tempat duduk. Seorang bapak-bapak terpesona melihat dua bidadari berlalu. Ya, menatap Naila dan yanti.
Beberapa saat kemudian pintu pesawat ditutup. Pelan-pelan tubuh burung besi itu bergerak mundur menjauhi garbarata lalu bergerak ke landasan. Awak pesawat meminta agar mematikan Hand Pahone dan sabuk pengaman dikenakan. Naila menatap keluar hatinya berkabut dan basah. Ia terbayang ketika mempergoki rian sedang bercumbu mesra dengan wanita lain. Hatinya terasa tersayat. Sesekali pesawat goyang . ia sama sekali tidak cemas dan tegang. Pasalnya dia tahu begitu pesawat berhasil mengangkasa masa kritisnya telah lewat. Pesawat terus melesat menembus awan. Lampu tanda mengenakan sabuk pengaman masih menyala. Dia menguatkan akar hatinya untuk tidak larut dalam kesedihan dan kekecewaan lalu mengajak yanti berbincang-bincang.  
            Tanpa terasa Merpati Nusantara Airlines sudah menginjakkan rodanya. Berjalan pelan dan merapat di garbarata. Setelah berhenti dengan sempurna dan pintu pesawat dibuka Satu per satu penumpang meninggalkan pesawat. Bandara Adisutjipto menampakan kegagahannya. Para penumpang berhamburan keluar. Ada yang langsung keluar bandara karena tidak membawa bagasi sebagian menuju tempat barang-barang bagasi dikeluarkan. Mereka mencari bagasinya. Mendekati ban berjalan. Satu per satu barang keluar menari di atas ban berjalan. Yang merasa memiliki barang itu langsung mengambilnya, mengangkatnya ke atas troly lalu pergi. Koper milik yanti dan naila keluar dan berjalan di atas ban. “Pak, itu dia koper saya!” Yanti menunjukkan pada petugas porter. Dengan sigap laki-laki berbadan tegap dan kekar itu mengangkat koper yanti dan naila ke atas troly. “Terimakasih” mengangguk ramah. Yanti langsung memesan taxi untuk membawa mereka ke rumahnya yang berada di Desa Karangrejo.
            Orang tua yanti menyambut dengan penuh suka cita kedatangan anak sulungnya itu. Yanti juga mengenalkan sahabatnya naila kepada anggota keluarganya. Sebelumnya juga yanti sudah mengabari kepada orang rumah bahwasanya ia akan membawa sahabatnya pulang untuk berlibur sejenak. Setelah bersalaman dan bersua sebentar. Yanti mengajak naila untuk istrahat.
“Ayo nai kita ke kamarku. Kau butuh istrahat tampaknya”
Naila dan yanti permisi ke kamar pada orang tuanya. Malam harinya yanti dan naila bersua dengan anggota rumah sambil bercerita hingga waktu larut. Stelah merasa ngantuk  barulah mereka beranjak menuju tempat tidur. Sebelum tidur yanti menyampaikan keinginannya untuk mengajak naila ke bukit yang jaraknya tidak jauh dari rumah yanti.
“Nai…besok subuh kita bangun awal ya. Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat yang sangaaat indah”
“Dimana itu yan?” 
“Bukit Phuntuk Setumbu namanya. Dijamin deh kamu akan merasa lebih baik dari hari ini.”  yanti ingin menghibur naila. Dia tahu kalau naila masih sangat kecewa dan terluka.
                                                            ***
            Monjali tampak sejuk, Iful menikamati udara malam di tepi sungai kalicodeh. Terdengar suara air menderu, di tepi-tepi kali terdapat tangga untuk meniti ke bawah yang tampak di tengah-tengah kali air mengalir di bebatuan kerikil.  Ia masih meratapi nasibnya yang belum jua bertemu dengan jodohnya. Dia teringat dengan tempat yang dulu pernah di datanginya bersama alm.Ayahnya. ya, Bukit Punthuk Setumbu yang  merupakan salah satu spot terbaik untuk menyaksikan Borobudur Sunrise dari ketinggian 400 m dpl. Hangatnya sinar matahari pagi menyingkap kabut yang menyelimuti Candi Borobudur dan membangunkannya dari peraduan. Dia sangat merindukan suasana itu saat masih bersama ayah tercinta. Tidak fikir panjang dia langsung beranjak kekamarnya dan merancang plan untuk berpetualang sendiri ke tempat kenangan itu. pagi-pagi sekali iful bersiap untuk melakukan petualangan, dia memutuskan naik ojek karena tidak terlalu hapal jalannya.
 Tepat pukul 04.30 WIB, perjalanan menembus dinginnya udara pagi dimulai. Kala itu langit mendung sehingga tidak tampak cahaya bintang sebagai penerang. Lampu jalan pun sama sekali tidak terlihat, lampu motor menjadi satu-satunya sumber cahaya. Setelah 15 menit menempuh perjalanan yang gelap dan licin, iful tiba di kaki Bukit Punthuk Setumbu. Pengelola Punthuk Setumbu yang berjaga di gardu menyambut dan meminjami senter. Petualangan sesungguhnya pun dimulai.
                                                ****
Yanti dan naila sudah mengenakan pakaian yang agak tebal, yanti mengajak naila ke bukit dengan berjalan kaki saja sambil berbincang-bincang menikmati suasana. Yanti membawa senter sebagai penerang jalan yang masih gelap. Sewaktu tiba di kaki bukit punthuk yanti dan naila bertemu pengelola yang berjaga di gardu menyambut dan meminjami senter. Senter itu di pegang oleh naila.
mendaki jalan setapak yang terjal menembus ladang di tengah pagi yang gelap, dingin, dan basah. Perpaduan desir angin yang menerpa pucuk-pucuk pohon dan derik serangga yang mengalunkan orkestra pagi mengiringi perjalanan. Embun yang menetes dari pepohonan menjadikan jalan setapak semakin licin sehingga harus melangkahkan kaki dengan hati-hati supaya tidak tergelincir. Akhirnya mereka pun menapakkan kaki di puncak Punthuk Setumbu dengan nafas tersengal.
“Yan…aku capek sekali…!kamu gila apa ngajak aku ketempat beginian!”
“Tenang nai..nanti kamu juga akan tahu apa yang inginku perlihatkan padamu!”
Rupanya perjuangan mereka tidak sia-sia karena pemandangan yang menakjubkan telah menyambut. Sejauh mata memandang terlihat hamparan lembah kebiruan berselimutkan kabut. Meski terlihat kecil, siluet Candi Borobudur tertidur dengan anggun di tengah lautan kabut yang gelap, dikelilingi barisan gunung dan perbukitan yang gagah. Selang beberapa waktu, kabut mulai memudar akibat angin yang terus berhembus kencang, semburat cahaya pun mulai muncul menghadirkan Borobudur Sunrise yang jelita. Bila cuaca cerah, sinar cahaya jingga dan keemasan akan berlomba mewarnai mega, dan mentari perlahan terbit dari balik singgasananya. Julukan Nirvana Sunrise bagi Punthuk Setumbu pun semakin lekat terasa.
“Waaaaaaaaaaaaaaaaaah, menakjubkan!” seru naila yang memegang erat tangan yanti tanpa berkedip melihat keindahan yang baru kali ini dilihatnya.
“Yan….aku ingin berteriak sekencang-kencangnya yan….”
Yanti tersenyum memandang kearah naila “Teriak saja nai….lepaskan semua kegundahanmu…!”
Seketika itu pula naila berteriak sekuat-kuatnya hingga ia merasa puas dan lega.
            Tak jauh dari mereka ada seorang pemuda dengan celana levis dan jaket tebal serta ransel dibelakangnya. Mendengar teriakan itu lalu menghampiri kedua gadis tersebut. Kaget,khawatir dan tergesa-gesa “Ada ap?” ngos-ngosan dengan wajah tampak cemas. Yanti dan naila bertatapan penuh tanda Tanya. “mmm, ga da papa mas.” Sahut yanti. Naila masih membentangkan tangannya setelah teriak, mengatupkan tangan. Tersenyum.
Ternyata tidak hanya dia yang menyaksikan keindahan alam yang menakjubkan itu. mereka berkenalan satu sama lain. Melihat kecantikan naila sungguh hati syaiful bergetar bak melihat seorang permaisuri. Bisa dikatakan iful jatuh cinta pada pandangan pertama. Iful tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. dia mengajak keduanya berbincang-bincang dan menghabiskan waktu seharian di tempat itu.
                                                            ***
Rian begitu panik tidak bisa menghubungi naila, dia datang kerumah naila menanyakan kepada orang tua naila. Orang tuanya yang sudah lama merestui hubungan keduanya karena orangtua rian dan orang tua naila berteman baik tidak mengetahui permasalahan dalam hubungan mereka. Naila sudah berpesan kepada ibunya untuk tidak mengatakan jika rian datang dan menanyakan keberadaannya. Ibunya hanya mengatakan kepada rian bahwa naila hanya pergi 1 minggu. Naila sangat mencintai rian, wajar saja jika ia teramat sangat sakit melihat perbuatan rian yang diluar dugaannya. Sepertinya rian juga tidak mau kehilangan kekasih hatinya yang cantik itu. sehinggga dia terus berusaha untuk meminta maaf kepada naila. Sayangnya naila tidak bisa ditemui dan dicari tahu keberadaannya oleh rian.
3 hari sudah naila berada di Desa yang sejuk nan indah itu, dia seperti sudah bisa menerima kenyataan. Apalagi sekarang ada syaiful yang begitu perhatian padanya. Hampir setiap hari syaiful menanyakan kabar lewat sms ataupun telepon langsung. Iful yang sudah mengetahui keberadaannya di karangrejo hanya 1 minggu itu berinisiatif untuk mengajak naila dan yanti jalan-jalan menikmati ibu kota ( Yogyakarta ) dalam rangka mendekati naila. Selama 1 minggu itu mereka sering sekali bersama. Ke Candi Borobudur, Malioboro, pantai parangtritis dan tempat-tempat bersejarah. Kebersamaan itu sudah sangat mengakrabkan mereka bertiga, lagi-lagi iful yang merasa bahwa naila juga punya perasaan yang sama sepertinya.
Tiba waktunya naila dan yanti harus kembali ke Bandung, keluarga yanti dan iful juga mengantar ke bandara. Perpisahan itu sesungguhnya sangat tidak diinginkan oleh syaiful. Namun, syaiful juga memberanikan diri menyatakan perasaannya kepada naila. Naila hanya terdiam, karena dia masih sangat mencintai rian. “Beri aku waktu untuk menjawabnya ful” pinta naila. Syaiful meng iyakan permintaan naila itu.
Setibanya di Bandung ternyata rian sudah menunggu naila di di ruang tengah rumahnya.
“Nai…” rian beranjak dari duduknya dan menghampiri naila
“Untuk apa kau datang ? puas kau sudah menyakitiku?” naila langsung berlari ke kamarnya dengan tangisan kecil.
“Nai,tunggu nai. Aku akan jelaskan semuanya!”
Nailai sungguh tak memperdulikan rian. Dia hanya menangis sehingga ibunya pun tahu ternyata mereka punya permasalahan. Ibunya mencoba membujuk naila dan mengatakan kepada naila bahwa rian selalu menanyakan naila dan selalu datang ke rumah. naila mulai luluh tapi hatinya tetap belum bisa menerima kejadian itu. bertepatan dengan hari ulang tahun naila 2 hari setelah kedatangannya dari karangrejo. Rian memberikan pesta surprise dan kejutan-kejuatan untuk naila, lalu menyampaikan permohonan maafnya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Akhirnya naila menerima maaf rian. 
Malam itu menjadi malam terindah untuk naila, ketika ia hendak tidur dia teringat dengan janjinya yang akan memberikan jawaban atas perasaan iful  terhadapnya. Naila sms
“Maafkan aku ful, aku tidak bisa menerima cintamu. Aku harap kau bisa melupakanku dan membuang rasa itu”
Iful sangat sedih mendapat sms naila itu. nyaris dia mau mabuk-mabukan lagi karena terlalu kecewanya. Namun dia teringat dengan sumpahnya yang tidak akan pernah lagi menyentuh minuman keras itu.
                                                                        ***
            Setelah cintanya tertolak untuk yang kesekian kali dan gagal lagi mendapatkan jodoh, iful menyatakan kepada adiknya fitri tentang perjalanannya mencari jodoh. Fitri menanggapinya dengan sangat baik. Kebetulan fitri punya teman dekat yang 2 tahun lebih muda dari padanya. Fitri mengenalkan abangnya itu kepada temannya yang bernama Ririn. Ririn adalah gadis yang sederhana dan patuh kepada orang tuanya. Sekilas ketika bertemu dengan iful ririn menyatakan cocok kepada fitri. Ririn juga tidak mau pacaran dia gadis yang manis dan berjilbab meskipun jilbabnya tidak sampai menutup dada. Dia meminta fitri menyampaikan kepada iful, jika benar-benar iful serius maka datanglah kerumahnya dan meminangnya. Syaiful tak fikir panjang datang ke rumah ririn.
Ternyata kedatangan syaiful disambut baik oleh anggota keluarga Ririn. Tibalah azan isya berkumandang. Ayah Ririn mengajak iful shalat berjamaah. Sekaligus untuk menguji syaiful, ayahnya meminta iful menjadi imam. Seketika itu juga iful tersentak. Dia tidak pernah shalat malah diminta jadi imam. Cukup lama ia terdiam dan akhirnya dia mengatakan yang sejujurnya bahwa dia tidak hafal Alfatihah. “Mmm maaf pak, saya belum hafal alfatihah!” akunya dengan penuh rasa malu. Seluruh anggota keluarga tercengang mendengar pernyataan itu. bersyukurlah iful karena semua tidak berkata kasar dan masih menghargainya. Yang menjadi imam saat itu ayah ririn.
Usai shalat berjamaah Pak Kamal ayahnya ririn mengajak syaiful untuk berbincang-bincang di ruang tamu. “Maaf nak iful, bapak agak berat melepas anak semata wayang bapak untuk kamu. Ada baiknya kamu bermuhasabah diri memperbaiki terutama ibadahmu. Rasanya sangat tidak wajar seorang muslim seumuran kamu tidak hafal alfatihah. Saran bapak kamu belajarlah agama dengan baik. Nak..kita tidak tahu kapan Allah mengutus malaikat maut untuk mencabut nyawa kita. Tidak ada yang bisa menjamin kapan ajal kita dijemput. Apakah besok,lusa atau bahkan sekarang. Bertaubatlah nak, dengan taubatan nasuha!” Pak kamal menatap wajah iful lekat-lekat. Iful tertunduk hatinya bergetar. Ia menangis. Menyesali perbuatannya selama ini. melupakan Tuhannya. “Iya pak, saya janji saya akan berusaha untuk merubah diri. Terimakasih banyak pak” mencium tangan pak kamal “Alhamdulillah, jangan pernah berputus asa dengan rahmatNya ya nak. Bapak yakin kamu pasti bisa!” pak kamal meyakinkan dan mengusap tubuh iful yang meneteskan air mata penyesalan dan penuh harap Allah menerima taubatnya.
Sejak malam itu dia selalu meratapi perbuatan dan dosa-dosanya selama ini. dia berazam untuk mendekatkan dirinya kepada Dzat yang telah menciptakannya yang selama ini telah ia lupakan. Yang pertama kali dia lakukan setiba dirumah adalah meminta maaf kepada ibu nya, dan adiknya fitri. “Bu…maafin semua kesalahan iful selama ini bu…iful menyesal sekali bu telah melupakan Allah..” ia menangis dipangkuan ibunya. Ibunya bahagia sekali dan meneteskan air mata haru. Malam itu menjadi saksi bersejarah ataspertaubatan iful. Meskipun ketika waktu ingin melamar anak pak lukman ia tak lebih dari berniat tidak lagi menyentuh mnuman haram. Namun ia blum terbuka hatinya untuk mengingat Allah dan bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Dan alhamdulillah sekarang taubatan nasuha itu sungguh ia laksanakan dengan terus belajar kepada pak Kamal. Minta pendapat dan masukannya. Yah, sekalipun tak jadi menantu selayaknya dia bisa kembaali kepada Dzat yang Maha Pengampun.
Embun pagi bergelayutan diujung rambut rerumputan nan hijau. Sketsa awan putih yang menyelimuti dengan hangat rembulan menambah indah panorama alam nan sejuk. Sang bintang menilik disebalik tinta putih langit biru, berkedip seolah tak pernah lelah. Burug-burung benyanyi , si ayam jantan bersaut-sautan. Iful terdiam menikmati indahnya alam, menatap dalam sang bintang yang hendak tenggelam meninggalkan malam.”Hari ini aku mau mencari buku-buku panduan shalat dan aku harus menghafal bacaan-bacaan shalat!” iful menyusun strategi. “Dengan Bismillah kuawali semuanya, menutup rapat lembaran lama dan membuka lembaran kehidupan yang lebih baik lagi!” azzamnya semakin kuat.
Setelah ia hafal alfatihah dan bacaan-bacaan dalam shalat dan dia bisa shalat. Syaiful mulai membuka diri kearah yang lebih baik dengan pergi kemesjid yang tak jauh dari rumahnya setiap kali azan berkumandang. Alhamdulillah 5 waktu tidak pernah ia tinggalkan. Sekarang dia lebih memilih berkumpul dengan orang-orang shalih seusai shalat berjamaah, dan menambah pengetahuannya tentang agama.                
                                                            ***
Seperti biasa gadis ayu itu keluar dari mesjid usai mengajar anak-anak TPA. Anak-anak yang lucu  itu berhamburan keluar menciumi tangannya dan berpamitan. Hatinya berbunga-bunga hari ini, pasalnya besok dia sudah bisa pulang ke kampung halaman dengan membawa gelar S1-nya. Kali ini dia pulang dengan penampilan yang berbeda. Dulunya ia selalu membiarkan rambut panjangnya yang hitam tergerai bebas. Namun sekarang iya telah menutup rapat rambutnya dengan jilbab panjangnya yang menutup dada. Subhanallah gadis itu tampak lebih terjaga dan sangat anggun.
Yah, gadis itu adalah yanti. Hampir 2 tahun lamanya ia memperdalam agamanya dengan mengikuti kajian-kajian kemuslimahan dan banyak membaca buku-buku agama. Hatinya terbuka untuk mengenakan jilbab dan menjadi seorang muslimah yang istiqomah dijalan Allah. Ketika iya hendak berjilbab dan memberitahukan kepada orang tuanya ternyata kedua orang tuanya sangat mendukung keinginannya itu. semangatnya semakin menggebu-gebu untuk menambah pengetahuan Agama Islam lebih mendalam. Alhamdulillah sekarang sudah hafal juz 30.
Kedatangan yanti kali ini bersama nenek tercintanya. Ayahnya meminta nenek tinggal bersama dan berkumpul di karangrejo. Anggota keluarga menyambut kedatangan keduanya dengan mengadakan acara syukuran kecil-kecilan. Sekarang yanti bebas menikmati kesejukan desa kecilnya, karangrejo.
“Ayah…maukah ayah menemaniku ke pantai parangteritis? Aku sudah lama sekali merindukan bersama ayah dan keluarga piknik kesana. Kita ajak nenek juga yah” ajak yanti pada ayahnya yang sedang duduk menikmati secangkir kopi panas di teras rumah. Dulu semasa kecil yanti sering sekali menghabiskan waktu bersama keluarganya di pantai parangteritis. “Ayah ingat gak waktu kita naik ketebing gembirawati di belakang pantai? Dari sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis, laut selatan, hingga ke batas cakrawala.” Lanjutnya sambil menatap kedepan halaman rumah yang hijau. “Iya ndok, besok ba’da ashar kita brangkat ya kita malam mingguan disana” jelas ayahnya sambil meneguk kopinya. Yanti sangat gembira mendengar pernyataan ayahnya. Langsung iya bergegas masuk ke dalam rumah dan memberitahukan kepada seisi rumah kabar gembira tersebut.
                                                                 ***
“Yanti?” sapa seorang pemuda sambil meyakinkan dirinya bahwa yang dilihatnya adalah yanti yang dulu pernah berteman dengannya meskipun hanya 1 minggu.
“Iya, mas iful ya?” balasnya meyakinkan.
“Iya, subhanallah kamu ngapain disini? Kapan datang?”
“Iya aku sama keluarga sengaja mau nostalgia bareng”
“Mas sendiri?”
“Iya saya sedang ada acara disini bersama teman-teman kantor”
“Yanti…..” panggil seorang lelaki setengah baya melambaikan tangan dari kejauahan, iya ayahnya yanti memanngilnya untuk makan jagung bakar bersama.
“Mari mass, saya kesana dulu. Assalamu’alaikum”
“Iya waalaikumsalam” serasa ada yang menyusup halus kedalam hati syaiful, entah kenapa iya merasakan sesuatu yang membuat hatinya berbunga-bunga saat melihat penampilan yanti yang sekarang adalah seorang akhwat. Ya, akhwat. Akhwat atau perempuan yang taat dan patuh dengan titah Tuhannya. Sangat menjaga diri dan selalu berusaha memperbaiki diri.
“Pak le’? subhanallah. Ko pada ngumpul disini tho…gak ngajak-ngajak lagi” Ihsan langsung memeluk dan bersalaman dengan Pak Toni. “Gimana kabarmu san? Ibumu sehat?” Pak Toni menanyakan keadaan adiknya yang baru 2 tahun lalu ditinggal suaminya meninggal dunia. “Alhamdulillah sehat pak le’”
“Mas ihsan….” Sapa seorang gadis bergaun ungu dengan jilbab creamnya yang melambai-lambai diterpa angin pantai. Mata ihsan tak berkedip melihat sosok gadis anggun itu “Yanti? Subhanallah kamu cantik sekali sekarang. Sudah lama kita tidak bertemu. Gimana studimu yan?’
“Iya mas ihsan aja tu yang tambah jelek,hehe. Alhamdulillah lancar dan sudah selesai mas.”
“Pak le’…adik q yanti ini sudah ada yang ngelamar belum…?” tanyanya dengan nada bercanda.
“Tanya aja langsung sama dia, bilang pak le’ mu ini udah pengen nimang cucu gitu” sambil melirik kearah yanti. “Ah ayah bisa aja” senyum simpul.
                                                            ***
“San, aku sudah lama sekali mencari calon istri tapi belum jua kutemukan jodohku.”
“Kamu serius mau nikah ful?”
“Kalau ada yang cocok aku mau banget san”
“Kebetulan aku punya Pakle’ anaknya baru saja lulus sarjana. Dalam gurauan kami saat bertemu tempo hari sepertinya pak le’ menginginkan menantu”
“Benarkah? Menurutmu apa anaknya itu cocok denganku?”
“InsyaAllah ful, kalau bisa ayo sekarang kita silaturahim ke tempat pak le’ku mumpung hari ini lagi kosong agenda kita.”
“Yok!” kedua pemuda itu mengendarai sepeda motor menuju rumah Pak Toni.
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam, eh ihsan….monggo silahkan masuk nak.” Seorang ibu berbadan gemuk mempersilahkan ihsan dan iful massuk dan duduk di ruang tamu. Ihsan menyalami Bu le’nya di ikuti iful.
“Bu le’, ko sepi yang lain kemana? Oh ya bule’ kenalkan ini teman saya Syaiful” iful tersenyum menganggukan kepala
“Yang lain dibelakang sah, o..iya nak iful dari mana?”
“Monjali bu le’…”
“Ooh iya, sebentar ya saya panggilkan pak le’ dulu di dalam”
            Pak Toni menghampiri ihsan dan syaiful di ruang tamu sambil berbincang-bincang. Tibalah saatnya ihsan mengutarakan niat baik syaiful untuk ta’aruf dengan anaknya Pak Toni. Pak toni sangat terharu ada seorang pemuda seperti syaiful ingin melangsungkan ta’aruf dengan anaknya. Pak toni minta izin kebelakang untuk bermusyawarah sejenak dengan anak dan istrinya mengenai hal tersebut. Dan alhamdulillah yanti menyetujui begitu juga ibunya. Yanti lalu diminta keruang tamu didampingi ibundanya. Sayaiful kaget melihat gadis yang mau dikhitbahnya itu adalah yanti. Namun ia hanya diam dan tak berkedip sedikitpun melihat si anggun yanti. Begitu juga yanti ia merasakan sesuatu yang berbeda ketika yang dilihatnya itu adalah syaiful yang dia tahu dulu pernah menyukai sahabatnya naila. Yang sekarang sudah menikah dengan rian.
            “Ayah, Ibu…apakah kalian tidak mengingat pemuda ini?” yanti melihat ayah dan ibunya. Yang dulu pernah mengantar yanti dan naila ke bandara saat pulang. “Oh, iya..” keduanya mengingatnya. “Tapi sekarang ko beda ya pak” tukas ibunya. “Iya, dulu itu tidak begini. Seperti. Sekarang subhanallah sudah berubah sekali. Penampilannya seperti ustad.” Pak toni menimpali. “Subhanallah sekali ya, dunia memang sempit” kata ihsan yang nyaris tidak percaya semua sudah pernah ketemu sebelumnya. Iful hanya tersenyum tak bersuara. Dia kikuk sekali.
“Nak..apa kau serius ingin menikahi anak kami yanti?” pak toni menatap lekat-lekat wajah Iful.
“InsyaAllah saya siap pak!” sambil memandang kearah yanti, yanti tersipu malu dan menundukan pandangannya. “Bagaimana yan? tanya pak toni. Yanti mengangguk tanda setuju. Yang ada di ruangan itu serentak melafaskan hamdalah. (*)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar