Ku Awali Dengan Bismillah, Dan Ku Akhiri Dengan
Alhamdulillah
“Assalamu’alaikum..”
“Waaalaikumsalam” sahut seorang wanita yang sedang menggendong anak
menghampiri. “Mba ini ada undangan” pak
pos itu menyerahkan surat yang ada di tangannya, “Oh iy terimakasih” sambil
membaca undangan tersebut.“Mari mba” pak
pos permisi dan meneruskan pekerjaannya kembali.
Undangan tersebut ditujukan kepada Syaiful, wanita itu langsung menemui
abangnya yang sedang tidur sedari tadi malam. Yah, begitulah tabi’at pemuda
yang akrab disapa “Iful” itu. nyaris tiap malam dia pulang larut bahkan tak
jarang saat azan subuh berkumandang ia baru pulang ke rumah.
“Mas, Mas Iful” adiknya yang bernama Fitri, dengan suaranya yang bersih
mencoba membangunkan.
“Eeeeeeeeeeh, Hoam” Iful menguap dan menggeliatkan tubuhnya tanpa baju
itu. “Ada apa Fit, pagi-pagi sudah ribut.” Ia menatap kearah adiknya “Oala, Mas
jam segini masih di bilang pagi. Tuh liat udah hampir sore malahan” sambil
menunjuk kearah jendela kamar. Terkadang adik satu-satunya ini memang terkesan
bawel meladeni abangnya yang keras kepala. Ia sudah sering menasehati abangnya
yang urak-urakan itu. bagaimana tidak jangankan untuk menjadi seorang abang
yang baik, mengurus diri sendiri pun tidak becus. Bisanya hanya berkeluyuran di
jalanan bersama teman-temannya menggoda gadis-gadis yang lewat, begadang malam
di temani tuak yang menjadi minuman favorit mereka. Namun tetap saja tidak
tersentuh hatinya untuk berubah.
“Nih ada undangan pernikahan,” timpalnya menyerahkan undangan.
Iful beranjak dari tidurnya dan menjuntaikan kaki di pinggir resbang
sembari membaca undangan itu. Fitri dan anaknya Icha duduk di samping iful.
Sejak 4 tahun silam Fitri memang sudah menikah lebih dulu. 3 tahun setamatnya
dari SMA Fitri dilamar salah seorang pemuda dari keluaraga berada. Memang Fitri
ini memiliki wajah yang sangat ayu, ramah dan rajin. Tak heran pemuda itu mau
mempersuntingnya. Dia juga tidak melanjutkan keperguruan tinggi karena ibunya
yang sejak 10 tahun silam menjanda. Pasalnya ayah mereka sudah almarhum. Untuk
mengisi waktu luangnya setelah SMA Fitri membantu ibunya berjualan batik di
pasar malioboro.
“Mas, kapan menyusul?” Tanya fitri , sambil menjaga icha anaknya yang bermain
di resabang.
“Umur mas tu hampir kepala 3, aku juga sudah punya anak. Masa duluan
adeknya. Gak malu apa mas. Kerjaannya pulang malam terus. Siapa tau udah punya
istri sadar juga.” Cerocos si Fitri
Iful hanya diam langsung keluar kamar. Meskipun tabi’atnya kurang baik
namun iful tidak pernah main kasar terhadap Ibu dan adiknya. Sebenarnya Iful
pemuda yang baik. Hanya saja tidak bisa menjaga pergaulan makanya dia seperti
itu, ibunya yang selalu memberikan kasih sayang padanya selalu berusaha
menasehatinya dengan cara yang halus dan penuh cinta. Iful ini tipe yang
apabila dikasari malah seperti menyuruh dia berbuat yang tidak baik, namun jika
disentuh hatinya dia tidak menjadi lebih liar lagi. Namun kalau terlalu lembut
juga tidak baik, dia sepertinya akan meremehkan. Maju kena mundur kena.
Pemuda berumur 28 tahun
itu sudah tampak rapi dengan batik dan celana kain hitamnya.
“Wah mau kemana ful, rapi tenan?”
sosok yang penyayang namun sudah renta melontarkan pertanyaan. Matanya
masih asyik menatap rajutan sulaman yang ada d tangannya itu. “Mau kondangan
bu” jawabnya sambil merapikan kembali penampilannya.
“Rasanya baru minggu kemarin kamu kondangan”
“Iya bu, udah telat ni. Ful brangkat dulu bu” sambil nyelonong pamit
tanpa menghiraukan perkataan terkahir ibunya.
Sore yang sendu itu
menyaksikan perjalanan Syaiful dengan sepeda motor bututnya. Ia teringat
perkataan adiknya kemarin sore. “Umur mas tu hampir kepala 3, aku juga sudah
punya anak. Masa duluan adeknya. Gak malu apa mas. Kerjaannya pulang malam
terus. Siapa tahu kalau udah punya istri baru sadar.” Ada perasaan halus
menyelusup kdalam hatinya.. “Tit….Tit” suara klakson motor menyadarkannya.
Ternyata teman SMAnya dulu juga mau ke kondangan
“Sendirian aja Ful” sapa temannya yang membonceng istri
“Gak ko, berdua nih sama motor!”
sahut Iful sdikit sewot . Hatinya setengah ciut dengan sapaan temannya itu.
“Ah kamu bisa aja ful.” Sambil memarkirkan sepeda motor.
“Yuk kita masuk” ajak Syaiful. Ya, Jarak rumah Iful memang tidak terlalu
jauh ke lokasi resepsi.
Acaranya sangat meriah, tampak kedua mempelai sedang bersanding di
pelaminan. Iful dan temannya mengambil makanan dan duduk menikmati suasana itu.
Terbesit dibenaknya. “Kapan aku bisa bersanding seperti mereka? ah aku harus
secepatnya mencari pendamping.” Sambil menyuap nasi dan memandang kearah
pengantin.
Rembulan malam
memancarkan pesonanya, syaiful menilik dari balik tirai jendela kamarnya. Ia
terbayang wajah gadis nan ayu bernama Siti. Iful sudah lama memendam rasa
dengan anak dari seorang Ustad di desanya. Ia berniat melamar pujaan hatinya
itu.
Keesokan harinya, iful mendatangi rumah Ustad Lukman yang tidak jauh
dari rumahnya.
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam” sahut pak ustad
“Pagi ustad, apa saya mengganggu?”
“Eh, nak iful. Silahkan masuk nak, kamu nggak mengganggu kok. Mari duduk
nak”
“Tumben ada apa gerangan pagi-pagi sudah rapi begini?” timpal pak ustad
“Mmm begini ustad, saya ingin melamar anak ustad Siti” Iful bukanlah
laki-laki yang suka berbasa-basi. Menatap laki-laki paruh baya dengan koko
orange dan sarung. Dengan sorot mata penuh keheranan pak ustad langsung
menghela nafas berusa menguasai diri. Dengan sedikit senyum menyungging di bibirnya
usatad Lukman langsung mengatakan “Subhanallah, begini nak. Saya selaku orang
tua Siti menginginkan yang terbaik untuk anak kami. Tidak usah berpanjang lebar
mungkin nak iful sendiri faham apa yang saya maksudkan. Jika Siti punya suami
yang kerjanya pulang subuh dengan botol minuman. Rasanya berat nak Iful. Berat
untuk saya menerima lamaran nak Iful”
“Iya pak ustad, saya faham. Terimaksih ustad saya pamit.” Raut wajah
murung seakan tak sanggup mengangkat kepala. Namun iya tetap mencoba tegar.
Dengan perasaan tak karu-karuan Iful berjalan menuju rumahnya. Ada sesuatu yang
menyeruak dalam dadanya. Sesak. Sakkit. Terpenjara ingin rasanya ia
meronta-ronta. Berteriak sekuat-kuatnya memuaskan rasa hatinya yang tak
terbendung itu. Bergelimang dosa menjadikan hatinya gelap. Tanpa cahaya.
Penduduk setempat juga
sudah hapal bagaimana iful. Namun, setelah lamarannya ditolak mentah-mentah
oleh Ustad Lukman. Dia berniat tidak akan pernah menyentuh minuman keras lagi.Kata-katap
ustad lukman itu bagai tamparan pedas baginya, meskipun dengan bahasa yang
halus. Ia membanting tubuhnya ke kasur. Menangis tersedu-sedu mengingat
dosa-dosa yang telah ia perbuat.
Tekatnya untuk mencari jodoh semakin
menggebu-gebu. Ia tidak mau menyerah. Ia teringat perkataan seorang kiyai yang
terdengar dari suara Toa mesjid. “ Lelaki yang baik itu adalah untuk wanita
yang baik begitu juga sebaliknya laki-laki yang jahat itu adalah untuk
laki-laki yang jahat. Ingatlah janji Allah itu pati adanya.” Ia berniat untuk
memperbaiki diri meskipun ia tak tahu bagaimana caranya. Namun, ia terus dan
terus berusaha.
“Tolong…tolong….” Teriak seorang
gadis yang baru keluar dari super market. Tasnya di copet
Syaiful melihat kearah teriakan itu. Tanpa fikir panjang dia mengejar
copet itu dan menghajarnya.
“Tub!” satu kali tonjokan. Pencopet itu langsung pingsan. Maklumlah Iful
itu sangat menguasai ilmu karate. Jadi gak heran jika dengan satu kali
tonjokkan saja pencopet itu sudah K O.
“Mba, ini tasnya. Lain kali hati-hati ya mba” pemuda berbadan tegap itu menyerahkan
tas sembari mengingatkan.
“Iya mas, terimakasih banyak ya mas. Mas namanya siapa?” mengulurkan
tangan
“Syaiful, panggil saja Iful” berjabat tangan
“Nisa. Mas Iful tadi mau kemana?”
“Saya mau ke Malioboro jemput
Ibu, Ibu saya jualan batik di sana”
“Oh begitu, sekali lagi makasih ya mas. Boleh saya minta no Hp nya?”
Sambil mengeluarkan hp
***
“Zet zet zet” hp iful bergetar
di atas meja kamarnya. Telpon dari Nisa.
“Halo”
“Ini mas iful ya?
“Iya, siapa ya?
“Nisa mas, yang tadi pagi mas tolong”
“Oh iy, gimana kabarmu ?”
Telpon malam itu membuat hati keduanya berbunga-bunga, sejak saat itu Iful
dan nisa sering telponan dan jalan berdua. Iful berharap Nisa mau menjadi
istrinya. Ia menyatakan cintanya dan ternyata nisa menerima cinta iful. Memang
Iful tak lagi memikirkan untuk berlama-lama menghabiskan waktunya untuk
berpacaran. Ia hanya menginginkan untuk segera menikah.
Kemudian, iful mendatangi kedua orang tua nisa
dan meyampaikan niat baiknya itu. Ayah nisa adalah seorang pejabat yang sangat
angkuh berbeda sekali dengan nisa yang lembut dan baik hati. Ternyata
kedatangan Iful ke rumah nisa tidak di sambut dengan ramah seperti ia ke tempat
Ustad Lukman. Meskipun dia di tolak namun Ustad Lukman masih bersikap ramah
padanya. Ayah nisa malah memaki-maki Iful dan menyebutnya tidak tau malu.
“Apa? Kamu mau melamar anak saya? Tidak ngaca kamu itu siapa? Pekerjaan
saja tidak punya. Mau kamu kasih makan apa anak saya?”
Parkataan itu menghujam kedadanya. Dan melekat dalam ingatannya. Dia
tidak mau lagi dihina karena tidak punya penghasilan. Dia berusaha untuk bisa
mendapatkan pekerjaan secepatnya. Dihubunginya teman lama yang bernama Ihsan
yang bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan Kimia Farma. Dan
alhamdulillah ternyata Ihsan bisa melowongkan pekerjaan untuknya sebagai
seorang sales obat.
***
Gadis cantik berbody gitar dengan rambut
tergerai indah berjalan di taman menyihir setiap mata pemuda kampus. Hum… siapa
yang tidak terpesona dengan kecantikan yang menawan ditambah lagi dengan harum
parfum yang menusuk. Tiba-tiba gadis itu melihat Rian pacarnya sedang asyik
bercumbu rayu di taman belakang kampus.
Wajahnya kesal penuh amarah. mata memerah.
“Rian!” berlari
Rian kaget melihat Naila, “Nai, tunggu nai!”
Naila tidak menghiraukan panggilan rian, dia
berlari menemui sahabatnya Yanti. Memeluk yanti dan menceritakan apa yang telah
dilihatnya. Yanti mencoba menenangkan dan menguatkan naila. Naila menjalin
hubungan dengan rian sudah hampir 2 tahun, dan yanti tahu persis hubungan
mereka. Selama ini naila mengira rian cowo yang setia dan perhatian. Tapi tidak
sama sekali! Dia bermain dengan wanita lain.
Rian mencoba menghubungi telpon genggam milik
naila,
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif…” rian
mencoba berkali-kali tetap saja tidak bisa dihubungi.
Liburan semester kali ini Naila
ingin ikut dengan Yanti pulang ke Desanya. “Yan, kamu mau liburan di tempat
orang tuamu ya? Menatap lekat wajah yanti yang sedang merapikan pakaian. “Iya,
kenapa nai..? kamu mau ikut?” sepertinya yanti sudah bisa menebak maunya naila,
“Iya yan..boleh ya aku ikut?” yanti tersenyum dan menganggukan kepala.
“Yan, sementara aku mau pake kartu baru dulu. Kau simpan ya nomorku!” Naila
sengaja mengganti kartu handphonnya untuk sementara. Ia ingin menenangkan diri
dan menikmati suasana alam di Desa sahabatnya. Yanti berasal dari keluarga
sederhana, dia tinggal di Desa Karangrejo Kecamatan Borobudur Kabupaten
Magelang Jawa Tengah. Sejak lulus SMA yanti
diminta oleh Ayahnya untuk menemani nenek yang sudah renta di Bandung, Yanti
adalah gadis yang mandiri dan penyayang, jadi tak heran kalau naila merasa
nyaman berada dekat dengannya . mereka bersahabat sejak pertama masuk kuliah di
Universitas Pedjadjaran Bandung. Sama-sama di Fakultas Hukum.
Cuaca tampak cerah.
Meskipun tak bisa mencerahkan wajah ranum naila yang masih tampak kecewa dengan
pacarnya. Husein Sastranegara International Airport tampak ramai, Yanti dan
Naila menuju tempat Chek in. setiap mata memandang ke arah naila yang memiliki postur
tubuh yang indah berbalut kaos lengan pendek ketat berwarna ungu dan celana
jeans putih sangat serasi dengan kulit putihnya itu. Yanti juga tak kalah
cantiknya dengan rok batik dan kaos lengan panjang dengan rambut panjang yang
tergerai indah memancarkan pesona yang mampu menghangatkan aliran darah setiap
pemuda yang menatapnya. Hanya saja Yanti tidak memiliki kulit seputih naila,
wajahnya ayu khas gadis jawa. Mereka berjalan menuju lantai atas menunggu
Merpati Nusantara Airlines menjemput dan menerbangkan mereka ke tempat tujuan.
“Nai…. Are you fine honey?” goda yanti sambil memberikan senyum yang
mengembang di wajahnya itu. “He” balas naila dengan senyum terpaksa. Dia masih
sangat kecewa. Yanti merangkul dan menggenggam tangan naila sambil berlalu.
Mereka beranjak menuju
pintu Merpati Nusantara Airlines dan mengambil posisi di tempat duduk mereka. Beberapa
pramugari yang ramah menyapa dan tersenyum hangat menyambut para penumpang.
Beberapa bangku sudah terisi, tampak seorang pemuda yang sedang asyik membaca
majalah yang sudah tersedia di saku kursi depannya. Ada yang sibuk merapikan
barang-barangnya di tempat duduk. Seorang bapak-bapak terpesona melihat dua
bidadari berlalu. Ya, menatap Naila dan yanti.
Beberapa saat kemudian pintu pesawat ditutup.
Pelan-pelan tubuh burung besi itu bergerak mundur menjauhi garbarata lalu
bergerak ke landasan. Awak pesawat meminta agar mematikan Hand Pahone dan sabuk
pengaman dikenakan. Naila menatap keluar hatinya berkabut dan basah. Ia terbayang
ketika mempergoki rian sedang bercumbu mesra dengan wanita lain. Hatinya terasa
tersayat. Sesekali pesawat goyang . ia sama sekali tidak cemas dan tegang.
Pasalnya dia tahu begitu pesawat berhasil mengangkasa masa kritisnya telah
lewat. Pesawat terus melesat menembus awan. Lampu tanda mengenakan sabuk
pengaman masih menyala. Dia menguatkan akar hatinya untuk tidak larut dalam
kesedihan dan kekecewaan lalu mengajak yanti berbincang-bincang.
Tanpa terasa Merpati
Nusantara Airlines sudah menginjakkan rodanya. Berjalan pelan dan merapat di
garbarata. Setelah berhenti dengan sempurna dan pintu pesawat dibuka Satu per
satu penumpang meninggalkan pesawat. Bandara Adisutjipto menampakan
kegagahannya. Para penumpang berhamburan keluar. Ada yang langsung keluar bandara
karena tidak membawa bagasi sebagian menuju tempat barang-barang bagasi
dikeluarkan. Mereka mencari bagasinya. Mendekati ban berjalan. Satu per satu
barang keluar menari di atas ban berjalan. Yang merasa memiliki barang itu
langsung mengambilnya, mengangkatnya ke atas troly lalu pergi. Koper milik
yanti dan naila keluar dan berjalan di atas ban. “Pak, itu dia koper saya!” Yanti
menunjukkan pada petugas porter. Dengan sigap laki-laki berbadan tegap dan
kekar itu mengangkat koper yanti dan naila ke atas troly. “Terimakasih”
mengangguk ramah. Yanti langsung memesan taxi untuk membawa mereka ke rumahnya
yang berada di Desa Karangrejo.
Orang tua yanti
menyambut dengan penuh suka cita kedatangan anak sulungnya itu. Yanti juga
mengenalkan sahabatnya naila kepada anggota keluarganya. Sebelumnya juga yanti
sudah mengabari kepada orang rumah bahwasanya ia akan membawa sahabatnya pulang
untuk berlibur sejenak. Setelah bersalaman dan bersua sebentar. Yanti mengajak
naila untuk istrahat.
“Ayo nai kita ke kamarku. Kau butuh istrahat tampaknya”
Naila dan yanti permisi ke kamar pada orang tuanya. Malam harinya yanti
dan naila bersua dengan anggota rumah sambil bercerita hingga waktu larut.
Stelah merasa ngantuk barulah mereka
beranjak menuju tempat tidur. Sebelum tidur yanti menyampaikan keinginannya
untuk mengajak naila ke bukit yang jaraknya tidak jauh dari rumah yanti.
“Nai…besok subuh kita bangun awal ya. Aku mau ngajak kamu ke suatu
tempat yang sangaaat indah”
“Dimana itu yan?”
“Bukit Phuntuk Setumbu namanya. Dijamin deh kamu akan merasa lebih baik
dari hari ini.” yanti ingin menghibur
naila. Dia tahu kalau naila masih sangat kecewa dan terluka.
***
Monjali tampak sejuk,
Iful menikamati udara malam di tepi sungai kalicodeh. Terdengar suara air
menderu, di tepi-tepi kali terdapat tangga untuk meniti ke bawah yang tampak di
tengah-tengah kali air mengalir di bebatuan kerikil. Ia masih meratapi nasibnya yang belum jua
bertemu dengan jodohnya. Dia teringat dengan tempat yang dulu pernah di
datanginya bersama alm.Ayahnya. ya, Bukit Punthuk Setumbu yang merupakan salah satu spot terbaik untuk
menyaksikan Borobudur Sunrise dari ketinggian 400 m dpl. Hangatnya sinar
matahari pagi menyingkap kabut yang menyelimuti Candi Borobudur dan
membangunkannya dari peraduan. Dia sangat merindukan suasana itu saat masih
bersama ayah tercinta. Tidak fikir panjang dia langsung beranjak kekamarnya dan
merancang plan untuk berpetualang sendiri ke tempat kenangan itu. pagi-pagi
sekali iful bersiap untuk melakukan petualangan, dia memutuskan naik ojek
karena tidak terlalu hapal jalannya.
Tepat
pukul 04.30 WIB, perjalanan menembus dinginnya udara pagi dimulai. Kala itu
langit mendung sehingga tidak tampak cahaya bintang sebagai penerang. Lampu
jalan pun sama sekali tidak terlihat, lampu motor menjadi satu-satunya sumber
cahaya. Setelah 15 menit menempuh perjalanan yang gelap dan licin, iful tiba di
kaki Bukit Punthuk Setumbu. Pengelola Punthuk Setumbu yang berjaga di gardu
menyambut dan meminjami senter. Petualangan sesungguhnya pun dimulai.
****
Yanti dan naila sudah mengenakan pakaian yang
agak tebal, yanti mengajak naila ke bukit dengan berjalan kaki saja sambil
berbincang-bincang menikmati suasana. Yanti membawa senter sebagai penerang
jalan yang masih gelap. Sewaktu tiba di kaki bukit punthuk yanti dan naila
bertemu pengelola yang berjaga di gardu menyambut dan meminjami senter. Senter
itu di pegang oleh naila.
mendaki jalan setapak yang terjal menembus
ladang di tengah pagi yang gelap, dingin, dan basah. Perpaduan desir angin yang
menerpa pucuk-pucuk pohon dan derik serangga yang mengalunkan orkestra pagi
mengiringi perjalanan. Embun yang menetes dari pepohonan menjadikan jalan
setapak semakin licin sehingga harus melangkahkan kaki dengan hati-hati supaya
tidak tergelincir. Akhirnya mereka pun menapakkan kaki di puncak Punthuk
Setumbu dengan nafas tersengal.
“Yan…aku capek sekali…!kamu gila apa ngajak
aku ketempat beginian!”
“Tenang nai..nanti kamu juga akan tahu apa
yang inginku perlihatkan padamu!”
Rupanya perjuangan mereka tidak sia-sia karena pemandangan yang
menakjubkan telah menyambut. Sejauh mata memandang terlihat hamparan lembah
kebiruan berselimutkan kabut. Meski terlihat kecil, siluet Candi Borobudur
tertidur dengan anggun di tengah lautan kabut yang gelap, dikelilingi barisan
gunung dan perbukitan yang gagah. Selang beberapa waktu, kabut mulai memudar
akibat angin yang terus berhembus kencang, semburat cahaya pun mulai muncul
menghadirkan Borobudur
Sunrise yang jelita. Bila
cuaca cerah, sinar cahaya jingga dan keemasan akan berlomba mewarnai mega, dan
mentari perlahan terbit dari balik singgasananya. Julukan Nirvana Sunrise bagi
Punthuk Setumbu pun semakin lekat terasa.
“Waaaaaaaaaaaaaaaaaah, menakjubkan!” seru naila yang memegang erat
tangan yanti tanpa berkedip melihat keindahan yang baru kali ini dilihatnya.
“Yan….aku ingin berteriak sekencang-kencangnya yan….”
Yanti tersenyum memandang kearah naila “Teriak saja nai….lepaskan semua
kegundahanmu…!”
Seketika itu pula naila berteriak sekuat-kuatnya hingga ia merasa puas
dan lega.
Tak jauh dari mereka
ada seorang pemuda dengan celana levis dan jaket tebal serta ransel
dibelakangnya. Mendengar teriakan itu lalu menghampiri kedua gadis tersebut.
Kaget,khawatir dan tergesa-gesa “Ada ap?” ngos-ngosan dengan wajah tampak
cemas. Yanti dan naila bertatapan penuh tanda Tanya. “mmm, ga da papa mas.”
Sahut yanti. Naila masih membentangkan tangannya setelah teriak, mengatupkan
tangan. Tersenyum.
Ternyata tidak hanya dia yang menyaksikan
keindahan alam yang menakjubkan itu. mereka berkenalan satu sama lain. Melihat
kecantikan naila sungguh hati syaiful bergetar bak melihat seorang permaisuri.
Bisa dikatakan iful jatuh cinta pada pandangan pertama. Iful tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan itu. dia mengajak keduanya berbincang-bincang dan
menghabiskan waktu seharian di tempat itu.
***
Rian begitu panik tidak bisa menghubungi
naila, dia datang kerumah naila menanyakan kepada orang tua naila. Orang tuanya
yang sudah lama merestui hubungan keduanya karena orangtua rian dan orang tua
naila berteman baik tidak mengetahui permasalahan dalam hubungan mereka. Naila
sudah berpesan kepada ibunya untuk tidak mengatakan jika rian datang dan
menanyakan keberadaannya. Ibunya hanya mengatakan kepada rian bahwa naila hanya
pergi 1 minggu. Naila sangat mencintai rian, wajar saja jika ia teramat sangat
sakit melihat perbuatan rian yang diluar dugaannya. Sepertinya rian juga tidak
mau kehilangan kekasih hatinya yang cantik itu. sehinggga dia terus berusaha
untuk meminta maaf kepada naila. Sayangnya naila tidak bisa ditemui dan dicari
tahu keberadaannya oleh rian.
3 hari sudah naila berada di Desa yang sejuk
nan indah itu, dia seperti sudah bisa menerima kenyataan. Apalagi sekarang ada
syaiful yang begitu perhatian padanya. Hampir setiap hari syaiful menanyakan
kabar lewat sms ataupun telepon langsung. Iful yang sudah mengetahui
keberadaannya di karangrejo hanya 1 minggu itu berinisiatif untuk mengajak
naila dan yanti jalan-jalan menikmati ibu kota ( Yogyakarta ) dalam rangka
mendekati naila. Selama 1 minggu itu mereka sering sekali bersama. Ke Candi
Borobudur, Malioboro, pantai parangtritis dan tempat-tempat bersejarah.
Kebersamaan itu sudah sangat mengakrabkan mereka bertiga, lagi-lagi iful yang
merasa bahwa naila juga punya perasaan yang sama sepertinya.
Tiba waktunya naila dan yanti harus kembali
ke Bandung, keluarga yanti dan iful juga mengantar ke bandara. Perpisahan itu
sesungguhnya sangat tidak diinginkan oleh syaiful. Namun, syaiful juga
memberanikan diri menyatakan perasaannya kepada naila. Naila hanya terdiam,
karena dia masih sangat mencintai rian. “Beri aku waktu untuk menjawabnya ful”
pinta naila. Syaiful meng iyakan permintaan naila itu.
Setibanya di Bandung ternyata rian sudah
menunggu naila di di ruang tengah rumahnya.
“Nai…” rian beranjak dari duduknya dan
menghampiri naila
“Untuk apa kau datang ? puas kau sudah
menyakitiku?” naila langsung berlari ke kamarnya dengan tangisan kecil.
“Nai,tunggu nai. Aku akan jelaskan semuanya!”
Nailai sungguh tak memperdulikan rian. Dia
hanya menangis sehingga ibunya pun tahu ternyata mereka punya permasalahan.
Ibunya mencoba membujuk naila dan mengatakan kepada naila bahwa rian selalu
menanyakan naila dan selalu datang ke rumah. naila mulai luluh tapi hatinya
tetap belum bisa menerima kejadian itu. bertepatan dengan hari ulang tahun
naila 2 hari setelah kedatangannya dari karangrejo. Rian memberikan pesta
surprise dan kejutan-kejuatan untuk naila, lalu menyampaikan permohonan maafnya
dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Akhirnya naila menerima
maaf rian.
Malam itu menjadi malam terindah untuk naila,
ketika ia hendak tidur dia teringat dengan janjinya yang akan memberikan
jawaban atas perasaan iful terhadapnya.
Naila sms
“Maafkan aku ful, aku tidak bisa menerima cintamu. Aku harap kau bisa
melupakanku dan membuang rasa itu”
Iful sangat sedih mendapat sms naila itu. nyaris dia mau mabuk-mabukan
lagi karena terlalu kecewanya. Namun dia teringat dengan sumpahnya yang tidak
akan pernah lagi menyentuh minuman keras itu.
***
Setelah cintanya
tertolak untuk yang kesekian kali dan gagal lagi mendapatkan jodoh, iful
menyatakan kepada adiknya fitri tentang perjalanannya mencari jodoh. Fitri
menanggapinya dengan sangat baik. Kebetulan fitri punya teman dekat yang 2
tahun lebih muda dari padanya. Fitri mengenalkan abangnya itu kepada temannya
yang bernama Ririn. Ririn adalah gadis yang sederhana dan patuh kepada orang
tuanya. Sekilas ketika bertemu dengan iful ririn menyatakan cocok kepada fitri.
Ririn juga tidak mau pacaran dia gadis yang manis dan berjilbab meskipun
jilbabnya tidak sampai menutup dada. Dia meminta fitri menyampaikan kepada
iful, jika benar-benar iful serius maka datanglah kerumahnya dan meminangnya.
Syaiful tak fikir panjang datang ke rumah ririn.
Ternyata kedatangan syaiful disambut baik
oleh anggota keluarga Ririn. Tibalah azan isya berkumandang. Ayah Ririn
mengajak iful shalat berjamaah. Sekaligus untuk menguji syaiful, ayahnya
meminta iful menjadi imam. Seketika itu juga iful tersentak. Dia tidak pernah
shalat malah diminta jadi imam. Cukup lama ia terdiam dan akhirnya dia
mengatakan yang sejujurnya bahwa dia tidak hafal Alfatihah. “Mmm maaf pak, saya
belum hafal alfatihah!” akunya dengan penuh rasa malu. Seluruh anggota keluarga
tercengang mendengar pernyataan itu. bersyukurlah iful karena semua tidak
berkata kasar dan masih menghargainya. Yang menjadi imam saat itu ayah ririn.
Usai shalat berjamaah Pak Kamal ayahnya ririn
mengajak syaiful untuk berbincang-bincang di ruang tamu. “Maaf nak iful, bapak
agak berat melepas anak semata wayang bapak untuk kamu. Ada baiknya kamu
bermuhasabah diri memperbaiki terutama ibadahmu. Rasanya sangat tidak wajar
seorang muslim seumuran kamu tidak hafal alfatihah. Saran bapak kamu belajarlah
agama dengan baik. Nak..kita tidak tahu kapan Allah mengutus malaikat maut
untuk mencabut nyawa kita. Tidak ada yang bisa menjamin kapan ajal kita
dijemput. Apakah besok,lusa atau bahkan sekarang. Bertaubatlah nak, dengan
taubatan nasuha!” Pak kamal menatap wajah iful lekat-lekat. Iful tertunduk
hatinya bergetar. Ia menangis. Menyesali perbuatannya selama ini. melupakan
Tuhannya. “Iya pak, saya janji saya akan berusaha untuk merubah diri.
Terimakasih banyak pak” mencium tangan pak kamal “Alhamdulillah, jangan pernah
berputus asa dengan rahmatNya ya nak. Bapak yakin kamu pasti bisa!” pak kamal
meyakinkan dan mengusap tubuh iful yang meneteskan air mata penyesalan dan
penuh harap Allah menerima taubatnya.
Sejak malam itu dia selalu meratapi perbuatan
dan dosa-dosanya selama ini. dia berazam untuk mendekatkan dirinya kepada Dzat
yang telah menciptakannya yang selama ini telah ia lupakan. Yang pertama kali
dia lakukan setiba dirumah adalah meminta maaf kepada ibu nya, dan adiknya
fitri. “Bu…maafin semua kesalahan iful selama ini bu…iful menyesal sekali bu
telah melupakan Allah..” ia menangis dipangkuan ibunya. Ibunya bahagia sekali
dan meneteskan air mata haru. Malam itu menjadi saksi bersejarah ataspertaubatan
iful. Meskipun ketika waktu ingin melamar anak pak lukman ia tak lebih dari
berniat tidak lagi menyentuh mnuman haram. Namun ia blum terbuka hatinya untuk
mengingat Allah dan bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Dan alhamdulillah
sekarang taubatan nasuha itu sungguh ia laksanakan dengan terus belajar kepada
pak Kamal. Minta pendapat dan masukannya. Yah, sekalipun tak jadi menantu
selayaknya dia bisa kembaali kepada Dzat yang Maha Pengampun.
Embun pagi bergelayutan diujung rambut
rerumputan nan hijau. Sketsa awan putih yang menyelimuti dengan hangat rembulan
menambah indah panorama alam nan sejuk. Sang bintang menilik disebalik tinta
putih langit biru, berkedip seolah tak pernah lelah. Burug-burung benyanyi , si
ayam jantan bersaut-sautan. Iful terdiam menikmati indahnya alam, menatap dalam
sang bintang yang hendak tenggelam meninggalkan malam.”Hari ini aku mau mencari
buku-buku panduan shalat dan aku harus menghafal bacaan-bacaan shalat!” iful
menyusun strategi. “Dengan Bismillah kuawali semuanya, menutup rapat lembaran
lama dan membuka lembaran kehidupan yang lebih baik lagi!” azzamnya semakin
kuat.
Setelah ia hafal alfatihah dan bacaan-bacaan
dalam shalat dan dia bisa shalat. Syaiful mulai membuka diri kearah yang lebih
baik dengan pergi kemesjid yang tak jauh dari rumahnya setiap kali azan
berkumandang. Alhamdulillah 5 waktu tidak pernah ia tinggalkan. Sekarang dia
lebih memilih berkumpul dengan orang-orang shalih seusai shalat berjamaah, dan
menambah pengetahuannya tentang agama.
***
Seperti biasa gadis ayu itu keluar dari
mesjid usai mengajar anak-anak TPA. Anak-anak yang lucu itu berhamburan keluar menciumi tangannya dan
berpamitan. Hatinya berbunga-bunga hari ini, pasalnya besok dia sudah bisa
pulang ke kampung halaman dengan membawa gelar S1-nya. Kali ini dia pulang
dengan penampilan yang berbeda. Dulunya ia selalu membiarkan rambut panjangnya
yang hitam tergerai bebas. Namun sekarang iya telah menutup rapat rambutnya
dengan jilbab panjangnya yang menutup dada. Subhanallah gadis itu tampak lebih
terjaga dan sangat anggun.
Yah, gadis itu adalah yanti. Hampir 2 tahun
lamanya ia memperdalam agamanya dengan mengikuti kajian-kajian kemuslimahan dan
banyak membaca buku-buku agama. Hatinya terbuka untuk mengenakan jilbab dan
menjadi seorang muslimah yang istiqomah dijalan Allah. Ketika iya hendak berjilbab
dan memberitahukan kepada orang tuanya ternyata kedua orang tuanya sangat
mendukung keinginannya itu. semangatnya semakin menggebu-gebu untuk menambah
pengetahuan Agama Islam lebih mendalam. Alhamdulillah sekarang sudah hafal juz
30.
Kedatangan yanti kali ini bersama nenek
tercintanya. Ayahnya meminta nenek tinggal bersama dan berkumpul di karangrejo.
Anggota keluarga menyambut kedatangan keduanya dengan mengadakan acara syukuran
kecil-kecilan. Sekarang yanti bebas menikmati kesejukan desa kecilnya, karangrejo.
“Ayah…maukah ayah menemaniku ke pantai
parangteritis? Aku sudah lama sekali merindukan bersama ayah dan keluarga
piknik kesana. Kita ajak nenek juga yah” ajak yanti pada ayahnya yang sedang
duduk menikmati secangkir kopi panas di teras rumah. Dulu semasa kecil yanti
sering sekali menghabiskan waktu bersama keluarganya di pantai parangteritis. “Ayah
ingat gak waktu kita naik ketebing gembirawati di belakang pantai? Dari
sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis, laut selatan, hingga
ke batas cakrawala.” Lanjutnya sambil menatap kedepan halaman rumah yang hijau.
“Iya ndok, besok ba’da ashar kita brangkat ya kita malam mingguan disana” jelas
ayahnya sambil meneguk kopinya. Yanti sangat gembira mendengar pernyataan
ayahnya. Langsung iya bergegas masuk ke dalam rumah dan memberitahukan kepada
seisi rumah kabar gembira tersebut.
***
“Yanti?” sapa seorang pemuda sambil
meyakinkan dirinya bahwa yang dilihatnya adalah yanti yang dulu pernah berteman
dengannya meskipun hanya 1 minggu.
“Iya, mas iful ya?” balasnya meyakinkan.
“Iya, subhanallah kamu ngapain disini? Kapan
datang?”
“Iya aku sama keluarga sengaja mau nostalgia
bareng”
“Mas sendiri?”
“Iya saya sedang ada acara disini bersama
teman-teman kantor”
“Yanti…..” panggil seorang lelaki setengah baya melambaikan tangan dari
kejauahan, iya ayahnya yanti memanngilnya untuk makan jagung bakar bersama.
“Mari mass, saya kesana dulu. Assalamu’alaikum”
“Iya waalaikumsalam” serasa ada yang menyusup halus kedalam hati
syaiful, entah kenapa iya merasakan sesuatu yang membuat hatinya berbunga-bunga
saat melihat penampilan yanti yang sekarang adalah seorang akhwat. Ya, akhwat.
Akhwat atau perempuan yang taat dan patuh dengan titah Tuhannya. Sangat menjaga
diri dan selalu berusaha memperbaiki diri.
“Pak le’? subhanallah. Ko pada ngumpul disini tho…gak ngajak-ngajak
lagi” Ihsan langsung memeluk dan bersalaman dengan Pak Toni. “Gimana kabarmu
san? Ibumu sehat?” Pak Toni menanyakan keadaan adiknya yang baru 2 tahun lalu
ditinggal suaminya meninggal dunia. “Alhamdulillah sehat pak le’”
“Mas ihsan….” Sapa seorang gadis bergaun ungu dengan jilbab creamnya
yang melambai-lambai diterpa angin pantai. Mata ihsan tak berkedip melihat
sosok gadis anggun itu “Yanti? Subhanallah kamu cantik sekali sekarang. Sudah
lama kita tidak bertemu. Gimana studimu yan?’
“Iya mas ihsan aja tu yang tambah jelek,hehe. Alhamdulillah lancar dan
sudah selesai mas.”
“Pak le’…adik q yanti ini sudah ada yang ngelamar belum…?” tanyanya
dengan nada bercanda.
“Tanya aja langsung sama dia, bilang pak le’ mu ini udah pengen nimang
cucu gitu” sambil melirik kearah yanti. “Ah ayah bisa aja” senyum simpul.
***
“San, aku sudah lama sekali mencari calon istri tapi belum jua kutemukan
jodohku.”
“Kamu serius mau nikah ful?”
“Kalau ada yang cocok aku mau banget san”
“Kebetulan aku punya Pakle’ anaknya baru saja lulus sarjana. Dalam
gurauan kami saat bertemu tempo hari sepertinya pak le’ menginginkan menantu”
“Benarkah? Menurutmu apa anaknya itu cocok denganku?”
“InsyaAllah ful, kalau bisa ayo sekarang kita silaturahim ke tempat pak
le’ku mumpung hari ini lagi kosong agenda kita.”
“Yok!” kedua pemuda itu mengendarai sepeda motor menuju rumah Pak Toni.
“Assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam, eh ihsan….monggo silahkan masuk nak.” Seorang ibu
berbadan gemuk mempersilahkan ihsan dan iful massuk dan duduk di ruang tamu.
Ihsan menyalami Bu le’nya di ikuti iful.
“Bu le’, ko sepi yang lain kemana? Oh ya bule’ kenalkan ini teman saya
Syaiful” iful tersenyum menganggukan kepala
“Yang lain dibelakang sah, o..iya nak iful dari mana?”
“Monjali bu le’…”
“Ooh iya, sebentar ya saya panggilkan pak le’ dulu di dalam”
Pak
Toni menghampiri ihsan dan syaiful di ruang tamu sambil berbincang-bincang.
Tibalah saatnya ihsan mengutarakan niat baik syaiful untuk ta’aruf dengan
anaknya Pak Toni. Pak toni sangat terharu ada seorang pemuda seperti syaiful
ingin melangsungkan ta’aruf dengan anaknya. Pak toni minta izin kebelakang
untuk bermusyawarah sejenak dengan anak dan istrinya mengenai hal tersebut. Dan
alhamdulillah yanti menyetujui begitu juga ibunya. Yanti lalu diminta keruang
tamu didampingi ibundanya. Sayaiful kaget melihat gadis yang mau dikhitbahnya
itu adalah yanti. Namun ia hanya diam dan tak berkedip sedikitpun melihat si
anggun yanti. Begitu juga yanti ia merasakan sesuatu yang berbeda ketika yang
dilihatnya itu adalah syaiful yang dia tahu dulu pernah menyukai sahabatnya
naila. Yang sekarang sudah menikah dengan rian.
“Ayah, Ibu…apakah
kalian tidak mengingat pemuda ini?” yanti melihat ayah dan ibunya. Yang dulu
pernah mengantar yanti dan naila ke bandara saat pulang. “Oh, iya..” keduanya
mengingatnya. “Tapi sekarang ko beda ya pak” tukas ibunya. “Iya, dulu itu tidak
begini. Seperti. Sekarang subhanallah sudah berubah sekali. Penampilannya
seperti ustad.” Pak toni menimpali. “Subhanallah sekali ya, dunia memang
sempit” kata ihsan yang nyaris tidak percaya semua sudah pernah ketemu
sebelumnya. Iful hanya tersenyum tak bersuara. Dia kikuk sekali.
“Nak..apa kau serius ingin menikahi anak kami yanti?” pak toni menatap
lekat-lekat wajah Iful.
“InsyaAllah saya siap pak!” sambil memandang kearah yanti, yanti tersipu
malu dan menundukan pandangannya. “Bagaimana yan? tanya pak toni. Yanti
mengangguk tanda setuju. Yang ada di ruangan itu serentak melafaskan hamdalah.
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar