Senin, 14 Januari 2013

My First Book?!



My First Book

Buku pertama? Yup, tuh buku emang awalnya tugas dari dosen ketika aku masih mengenyam pendidikan di STAIN Pontianak tahun 2011. Sangat sederhana, semuanya tentang diriku :) dari kecil hingga menginjak usia 18 tahun. Bahasanya teramat sangat sederhana, maklum saja tulisan pemula. acak kadut. hehe. Berikut isinya :





Ucapan Terimakasihku
            Terimakasih yang tiada henti atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Mu wahai Tuhan Semesta Alam, yang ruhku ada ditangan-Nya, dan hatiku selalu dalam genggaman-Nya. Sungguh, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Mu ya Rabbi. Tanpa-Mu, diri ini bukanlah apa-apa, dan tanpa-Mu hamba yang dhoif ini bukanlah siapa-siapa di bumi-Mu yang fana. Teruntuk Ibundaku tercinta, anandamu ini memanglah tak bisa merangkai kata seindah panorama alam. Jika ada kata tertinggi selain ucapan terimaksih maka kata itulah yang akan ananda ucapkan kepada wanita tangguh dan luar biasa (Ibu). Terimakasih Ibu…dengan segenap jiwa ragamu terlahirlah anandamu kedunia ini. Tertimakasih Ibu… yang telah merawat dan membesarkan anandamu ini dengan penuh kesabaran dan cinta. Ayah…terimakasih telah menjaga dan mendidik ananda, terimakasih atas semua nasihat yang bermanfaat. Ayah, ananda tau perjuangan dan pengorbananmu untuk memenuhi kebutuhan anak istrimu. Engkau adalah pahlawan dalam kehidupan kami ayah, engkaulah teladan bagi malaikat-malaikat kecilmu. 

            “Dek Akbar, masih semangat kan sayang?!” Kita sama-sama berjuang mencari ilmu Allah ya? Jangan lembek, laki-laki itu harus kuat..!! Harus tegar ya adekku. Dek sohib, belajar yang baik ya sayang, bantu kakak dan abangmu dengan kau juga harus semangat mencari ilmu dan berbakti kepada Ayah ibu ya. Dek Sari, terus ukir prestasi ya sayang. Makasih banyak telah rela membantu keluarga kaklong dan ikut berjuang bersama. Salam sukses ya! Sahabatku terkasih… maksih banyak ya kakde Dian yang selama ini mendengar keluh kesah along..meskipun kita jauh namun hati kita selalu dekat, iya kan? Masih ingatkah kau saat kita tertawa bersama, menangis bersama, sungguh aku merindukanmu sahabatku.

            Terimakasih kepada guru-guruku yang telah bersabar mendidik dan mengajarkanku sesuatu yang aku tidak tahu sebelumnya, kalianlah pahlawan tanpa tanda jasa. Teman-temanku yang tidak bisa ku sebutkan namanya satu per satu, makasih banyak telah membantuku dan rela mengantarku pulang jika sedang jatuh sakit? Masih ingatkah kalian? Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan kalian semua. Kerabat dekatku yang juga tidak bisa ku uraikan satu per satu makasih banyak telah memberikan warna dalm kehidupanku.

            Tidak lupa aku ucapkan kepada kak Agus yang telah rela datang hujan-hujan ke kos dengan kecelakaan kecil (jatuh dari motor) untuk meluangkan waktunya bercerita kembali pengalaman masa kecilku bersamanya. Makasih ya kak… along sayang kakak! Dan terimakasih tiada tara kepada kak Maisuri yang juga merupakan mentorku, telah rela mengorbankan waktunya membantuku mengusahakan program page maker demi terselesaikannya buku pertamaku ini. Syukron illaikh ya ukhti. Dan ibuku tercinta yang telah meluangkan waktunya juga untuk mengulang cerita hidup 18 tahun silam. Love you so much,mom. Pada Pak yusriadi sekaligus Dosen Bahasa Indonesia dan Bimbingan KTI, yang sudah mengajarkanku tentang menulis makasih banyak pak, bermanfaat sekali! Sip kan pak? Hehe. Untuk bang Mahmud yang sudah mengorbankan waktunya dijam kerja sore itu, hehe syukron illaikh ya akhi.
            Sungguh aku mencintai kalian karena Allah SWT. Meskipun saat ini raga belum bisa bersua namun kalian akan selalu hidup dalam sanubariku, menjadi kayu kering yang selalu membakar semangatku. Wallahi ana uhibbukum fillah
                                                                                                                





 



Fase Telur si Kupu-kupu

Pada fase telur berarti dia merupakan  zigot, walaupun dia diam tapi dia sudah punya potensi untuk menjadi makhluk hidup. Artinya seorang anak yang dilahirkan maka oleh Allah disertakan potensi-potensi yang dimiliki (bakat). Bisa di asumsikan ke hadis “kulu mauludin yuladun alalfitrah” setiap yang dilahirkan berada dalam fitrah, Secara potensi. Namun secara ekplisit belum ada apa-apanya. 

Detik-detik Kelahiranku
            Delapan bulan kehamilan ibuku, beliau pulang ke Pemangkat menunaikan pesan ibundanya supaya melahirkan di samping ibunda tercinta. Akhirnya ibuku ditandu oleh masyarakat melewati perjalanan naik turun bukit dengan berjalan kaki yang memakan waktu selama 12 jam perjalanan dari desa Suak Medang Kecamatan Senaning Kabupaten Sintang menuju desa Empura. Kenapa bisa berjalan kaki dalam jarak yang sangat jauh itu? Apa tidak ada penghambat jalan? Karena waktu itu adalah musim kemarau, Uniknya di kawasan tersebut ada anak sungai yang apabila musim kemarau anak sungai tersebut kering sehingga bisa dilalui dengan jalan kaki. Di pesisir Empura, disitulah Ayah dan Ibuku berpisah. Ayah tetap tinggal di Empura melaksanakan kewajibannya sebagai seorang Perawat sedangkan ibuku  yang saat itu didampingi oleh pamannya tetap melanjutkan perjalanan mereka menuju kota Pemangkat. 

15 Agustus 1993 silam terlahirlah bayi dari rahim seorang Ibu yang tangguh, yang diberi nama Nurhani Gusrini. Jauh sebelum aku dilahirkan, ayah telah mempersiapkan nama untuk anak pertamanya, tapi nama tersebut untuk anak laki-laki yaitu Wally Akbar Al-hafiz, sekarang nama itu telah menjadi nama Adik pertama ku yang jaraknya lima tahun dari ku. Kelahiranku tentu saja disambut dengan suka cita oleh keluarga besar. Ya, aku anak pertama dari pasangan Bapak Hanizan dan Ibu Nuryani. Bayi itu berkulit sawo matang, sampai-sampai ada seorang suster yang bertanya kepada ibuku “ Bapaknya hitam ya bu?”, “tidak juga sus”, jawab ibuku. Pasalnya ibuku kulitnya agak putih. Konon, penyebab kulit hitamku adalah ibu yang mengidamkan buah salak dan maram saat mengandungku. Begitulah kira-kira orang menafsirkannya. 

Aku biasa disapa Bunga, ya itu adalah nama kecilku pemberian Nenek tercinta. Bahkan sampai sekarang kebanyakan orang tidak  tahu nama asliku mereka hanya tahu namaku Bunga, banyak yang bertanya-tanya dengan nama panggilanku itu karena sangat jauh dari nama panjangku. Kata nenek supaya tahan panas dan hujan saat dibawa pulang ke Sintang.


Desa Bersejarah
Menjelang usiaku 3 bulan ayahku pun datang menjemput aku dan ibuku untuk dibawa pulang ke Sintang, tempat tugas Ayah dan Ibuku di daerah merah nun jauh disana ( Suak Medang). Daerah perbatasan Malaysia yang apabila berjalan kaki dari Desa Suak Medang hanya memerlukan waktu 2 jam saja bisa sampai ke negeri Jiran tersebut. Wah.. menyambut kedatanganku masyarakat setempat sangat gembira, aku disambut dengan penuh suka cita disana. Pasalnya Ayahku adalah Perawat yang sangat di sayangi oleh penduduk setempat. Dulu, jauh sebelum Ayahku ditugaskan disana ada sebuah Puskesmas yang nyaris dibakar oleh masyarakat karena tidak ada petugas yang mau diamanahkan untuk bertugas di Desa tersebut. Jadi ketika kedua Orang tuaku datang untuk menjalankan kewajiban mereka sehingga masyarakat disana sangat sayang dengan kedua orang tuaku dan tidak mau ditinggalkan oleh mereka.  Sampai terkadang mendengar kedua orang tuaku ingin pindah tugas. Mereka terlebih dahulu mengirim surat kepada Dinas Kabupaten supaya Orang tuaku tetap dipertahankan di Desa mereka. 

            Rupanya tempat kerja kedua orang tuaku itu merupakan daerah yang masyaraktanya masih sangat sederhana.  Masyakatnya tidak berpakaian, tapi hanya menggunakan celana pendek. Kalaupun berpakaian, hanya menggunakan kaos dalam saja. Mengenai masalah susila mereka tidak perduli dalam artian suamiku suamimu, istriku istrimu. Mengerikan bukan? Setiap kali ada kunjungan dari kecamatan mereka merayakan dengan acara mabuk-mabukan, dengan tuak yang mereka buat sendiri tentunya dengan berjoget bersama. Bukannya mereka tidak beragama, hanya saja kurangnya jangkauan dari orang-orang yang berpendidikan dan paham akan agama. Meskipun lingkungannya demikian, namun orang tuaku tidak mengikuti gaya hidup mereka tapi menghormati adatnya saja. Bahkan banyak orang yang masuk islam karena adanya kedua orang tuaku, terutama orang yang mengasuhku dan tinggal dirumahku yaitu kak Ana dan kak Aini. Wah pengasuhku dua orang lho.hehe

            Pasangan yang baru menikah pastinya sangat menjaga dan melakukan yang terbaik untuk malaikat kecil mereka. Tentu saja aku sangat terjamin kebutuhan giziku apalagi ibuku adalah seorang Bidan yang pastinya sangat memperhatikan makan minumku, sehingga aku tumbuh menjadi bayi yang gendut tentu saja menggemaskan. Di usiaku yang sudah mencapai 1,5 tahun kedua orangtuaku hijrah ke Desa Empura kecamatan senaning kabupaten Sintang. Desa empura terletak didaerah pesisir pantai. Nah daerah ini letaknya sangat strategis, mudah dijangkau sehingga pasien-pasien yang mau berobat bisa datang ke Desa tersebut. Disitulah kesibukan kedua orangtuaku semakin padat, untungnya masyarakat setempat banyak yang peduli dan suka padaku. Sehingga aku tidak merasa kesepian meskipun kedua pengasuhku stand by dirumah namun tetap saja aku seharian tidak di rumah karena aku setiap harinya diculik sana sini oleh penduduk setempat. Masyarakat di Empura mayoritas orang melayu. 

 Di usiaku 6 tahun kamipun kembali ketempat asal ayahku yaitu Sambas, Kubangga. Karena saking susahnya untuk pindah dari desa tersebut kami pun pulang tanpa kabar, kami pulang subuh-subuh sekali meninggalkan desa yang penuh kenangan itu. Mengetahui kepulangan kami warga setempat prustasi dengan berbagai tingkah laku mereka ada yang menangis histeris, ada yang sampai menghanyutkan diri ke pesisir seolah-olah ingin mengejar kami dan banyak lagi yang lainnya karena saking sayangnya dengan keluargaku.


Teman Kecilku
            Desa empura terletak di Kecamatan Ketungau Hulu ( Senaning), yang asal katanya diambil dari sungai ketungau. Sungai tersebut merupakan transportasi air satu-satunya yang menghubungkan antar desa, kecamatan dan kabupaten. Desa Empura terletak di tepi Sungai ketungau, disanalah masa kecilku bermula. Rumahku yang bersebelahan dengan pustu( puskesmas Pembantu)  tempat ayah dan ibu bertugas sebagai mantri (perawat) dan bidan di desa tersebut. Rumahku berada di simpang tiga jalan besar Desa Empura yang tangga rumahnya tinggi karena posisinya yang berada ditanjakan jalan. Karena posisi jalan disana naik turun. Desa tersebut memang terlihat sepi namun sebenarnya penduduknya ramai dikarenakan penduduknya sebagian besar mata pencahariannya bertani, sehingga membuat suasana desa kelihatan sepi namun aku tidak pernah merasa kesepian. Pasalnya, aku punya kakak angkat yang biasa kupanggil “ Kak Agus” dan kedua pengasuhku yang selalu stand by menemaniku yaitu kak Ana dan kak Aini. Rumah kak Agus tidak terlalu jauh, yang apabila turun dari tanjakan rumahku menuju jalan besar di tepi sungai ketungau hanya memakan waktu 7 menitan dengan berjalan kaki. 

            Kak agus adalah anak melayu ketungau hulu yang sangat suka dengan anak kecil, apalagi diriku yang sangat menggemaskan membuat dia selalu rindu padaku dan nyaris setiap hari, sepulang dari sekolah ia datang menghampiriku dan mengajakku bermain bersama. Kala itu kak agus barusia 8 tahun sedangkan aku 1,5 tahun. Aku seringkali diculik olehnya, Dia membawaku kerumahnya begitu juga aku yang apabila sudah di dirumahnya tidak mau dibawa pulang ke rumah. Tak jarang salah satu dari pengasuhku datang untuk menjemputku pulang. Tetap saja aku bersi keras menolak dengan rengekan dan tangis manjaku. Suatu ketika aku dibawa oleh pengasuhku kewarung depan yang bersebelahan dengan rumah kak Agus, tiba-tiba ada yang memanggilku “ aloooong” aku menoleh dan spontan ingin digendong oleh kak agus dan minta dibawa kerumah kak agus. Pengasuhku pun mulai was-was jika aku sudah bersikap seperti itu. Pasalnya aku pasti tidak mau dibawa pulang. Karena  saking capek dan kewalahan membujukku pulang, pengasuhku terpaksa meninggalkanku dan melepasku bermain dengan kak agus di rumahnya.

             Banyak hal yang bisa kami lakukan bersama, kami suka mandi bersama di sungai ketungau yang waktu itu aku sudah berusia 3,5 tahun. Kami suka bermain bersama sehingga kalau sudah merasa kepanasan kami turun ke sungai dan bermain air disana menghabiskan waktu berjam-jam tidak perduli terik matahari karena airnya yang dingin. Habis mandi barulah kami bermain boneka pasang bersama, main gambar dan banyak lagi. Nah, kalau aku sudah kelaparan aku segera makan meskipun tidak ada lauk minyak goreng bekas pun dengan lahapnya aku menyantap nasiku yang disediakan oleh ibunya kak agus. Jadi, gak heran kalau badanku gemuk. Yang lebih ekstrimnya lagi, apabila kami sudah merasa letih, tanpa pikir panjang kami langsung menuju kamar dengan berebutan tempat lalu terlelap tidur. Aku tidur dengan lelapnya tanpa menggunakan baju dengan posisi telentang  dan kaki tangan dibentangkan. Sampailah pada sore harinya kami tejaga, lalu memutuskan untuk bermain lagi di halaman depan rumah kak agus bersama teman yang lainnya.

ketika sang surya sudah beranjak ke tempat peristirahatan dan hari pun sudah agak gelap. Ibu kak agus berteriak dari dalam rumah memanggil kami berdua untuk segera mandi, barulah aku ganti pakaian. Kalau sudah rapi begitu, mulailah mereka mengeluarkan jurus-jurusnya untuk merayuku suapaya mau diantar pulang. Hum…dengan muka masam kecut dan meronta-ronta aku menolak  sampai-sampai berlari dan bersembunyi di bawah kursi namun mereka tidak menyerah membujukku. Akhirnya, dengan segala rayuan dan janji-janji kalau besok aku akan dijemput lagi luluhlah hatiku.

            Orang tuaku saja tidak pernah turun tangan langsung untuk menjemputku dari rumah kak agus, karena mereka sudah mempercayakan keberadaanku dengan keluarga kak agus, bahkan sampai malam sekalipun jika aku belum diantar pulang mereka tidak pernah merisaukanku. Pernah suatu ketika, saking sulitnya untuk dibujuk pulang. Saat aku tertidur dengan pulas aku digendong dan diantar pulang tanpa sepengetahuanku. Tiba-tiba terbangun aku sudah ada di rumahku. 

            Begitulah cara kami menghabiskan waktu bersama, kak agus begitu menyayangiku. Sampailah pada masa dimana kak agus lulus SD dan ingin melanjutkan sekolah ke SMP yang berada di kecamatan ketungau tengah ( Nanga Merakai), karena di Desa Empura tidak terdapat SMP.  Sejak saat itu kami sudah jarang ketemu meskipun aku masih tetap sering kerumahnya walau tanpa kak agus, sebab kak agus jarang sekali pulang. Hum… beberapa waktu kemudian, aku dan keluarga pun pulang ke kampung halaman karena orang tuaku dipindah tugaskan ke Sambas. Sejak saat itu kami tidak pernah ketemu sampai aku berusia 18 tahun.

13 Tahun Kemudian
            Bertepatan dengan bulan suci Ramadhan tahun 2011. Kak agus dengan teman-teman kampusnya di Desa Sungai Serabek Kecamatan Teluk Keramat (Sekura) melaksanakan KKN yang diadakan oleh pihak kampusnya.  Awalnya kak agus mencari rumahku dengan membawa alamat yang didapatkannya dari Bob yang juga merupakan teman kecilku sewaktu di Empura. Selama 13 tahu kami ( keluargaku dan warga Empura) hilang komunikasi. Namun mereka tahu bahwa kami tinggal di Sambas sehingga tidak terlalu sulit untuk mencari keberadaan keluargaku. 

            Kak agus begitu nekat mencari alamat rumahku karena dia sangat merindukanku dan keluargaku, dengan perasaan ragu kak agus bertanya kepada tetangga sebelah rumahku. Akhirnya dapatlah kepastian bahwa dia tidak salah alamat dengan dilihatnya ibuku dari balik gorden jendela kaca. Barulah ia merasa yakin bahwa yang dilihatnya adalah ibuku. Namun, saat itu aku masih berada di Pontianak. Kami hanya bicara lewat telfon saja. Jujur aku nyaris lupa dengan semua masa kecilku bersamanya. Namun setelah mendengar cerita dari ibuku barulah aku kembali mengulang ingatanku 13 tahun silam. 

            Aku pulang ke Sekura, Tidak membuang waktu aku segera menelfon kak agus. Memberitahukan padanya bahwa aku sudah di Sekura. Sore harinya iya datang ke rumahku. Dengan janjinya yaitu dia akan menginap.
Azan magrib berkumandang menyeru alam sekalian, Hatiku bergetar menunggu kedatangan kakak angkatku  yang sudah 13 tahun lamanya tak bersua. Segera aku mengambil wudhu dan melaksanakan shalat. Dalam sujud panjangku terdengar suara yang tak saing ditelingaku. Ternyata kak agus datang dan langsung menuju dapur menemui ibuku. Terdengar sayup-sayup olehku dia menanyakanku pada ibu. Ibu bilang aku sedang shalat. Seusainya aku shalat ibu langsung mengantar kak agus menemuiku di kamar. Dia memandangiku dengan sangat dalam langsung memeluk erat tubuhku. Terdengar olehku isyak tangisnya sembari meyakinkan dirinya bahwa akulah yang dulu bermain bersamanya. Berkali-kali ia memelukku dengan suara tangisnya yang membuatku juga meneteskan air mata. 

            Setelah sekian lama kami tidak bertemu akhirnya Allah mempertemukan kami dalam suasana penuh cinta  ya Allah, sungguh sekenario yang Engkau buat tidak pernah disangka-sangka. Keluargaku yang biasanya hanya bercerita tentang warga yang ada di suak medang dan empura saat makan bersama, dan tidak pernah terlintas rasanya bisa bertemu kembali merasa sangat haru dengan suasna itu.

Bakat Kecilku
 Belum genap 3 tahun aku pernah tenggelam di air yang deras. Untung waktu itu rambutku panjang, sehingga  ayahku masih bisa menjambak rambutku, alhamdulillah aku masih terselamatkan. Akhirnya kedua orang tuaku nekat untuk mengajariku berenang.  Jadi diusiaku genap 3 tahun aku sudah bisa berenang. Sejak itulah aku senang sekali berada di sungai. Pokoknya yang namanya berenang itu adalah kegemaranku, tiada hari tanpa bermain air dan berenang di sungai. Pasalnya aku punya kakak yang selalu bersedia menemaniku kesungai kapanpun aku mau. kalau dia tidak mau, aku pergi sendiri sehingga orang-orang kehilanganku. Sampai-sampai aku dibelikan kursi oleh Ayah kakak angkatku, maksudnya supaya aku duduk di kursi tepi sungai menunggu kakak angkatku selesai mandi. Tapi tidak sama sekali! kursi itu tidak aku gunakan untuk menunggu, melainkan aku turun dari kursi itu dan ikut berenang bersamanya. 

            Hum…masaa itu ada guru dari bali, dia adalah seorang wanita cantik yang berteman dengan ibuku.  Dia bisa menari bali, lalu dia mendirikan sanggar tari piring. Waktu itu usiaku baru 4 tahun. Ibuku tidak berfikir panjang untuk memasukkanku ke sanggar tari itu. Disitu aku belajar. Dengan piring diatas telapak kedua tanganku, dan mata yang dibuka lebar melirik  ke kiri dan ke kanan serta menggoyangkan kepala juga pinggul yang melanggak lenggok. wah…rasanya aku sudah dewasa sekali bisa menari seperti itu.  Aku senang sekali jika jadwal menariku tiba.

            Karena saking inginnya bersekolah, melihat teman-teman yang lebih tua dariku memakai seragam sekolah, aku pun ditumpangkan oleh orangtuaku di SD yang terdapat di Empura. Aku pergi ke sekolah di gendong ayahku jalan kaki. Saat itu usiaku baru lima tahun. Aku duduk di kursi yang paling depan. Nah saat itu ibu guru mengabsen nama-nama teman  sekelasku. Tapi aneh, kok namaku ga di panggil? Aku marah sama ibu guru “Bu Guru, kenapa nama saya tidak di panggil?” dengan nada merengek. Aku pulang menangis dengan air mata bercucuran mengadu kepada kedua orang tuaku. Tapi mereka hanya tersenyum sambil memelukku. “ Along nggak mau sekolah lagi…!” suara tangisku pecah.

Aku memanggil diriku dengan sebutan Along (anak tertua) kepada kedua orang tuaku dan kerabat dekatku. Yang tak kalah serunya adalah mengenai hobiku yang apabila aku meng eksplornya orang-orang yang melihat  aksiku dan yang mendengarkanku tertawa terbahak-bahak. Ya, aku senang sekali menyanyi. Waktu itu ada yang namanya lagu ALONG di tv Malaysia aku menyanyikannya dengan gaya anehku di atas kursi tanpa busana dengan kaca mata hitam jaman dulu milik  ayahku. Umurku baru 3.5 tahun waktu itu. Wah aku narsis sekali!


Mainan Keramat       
“ Panda…aku kangeeen!” sampai sekarang jika aku teringat akan masa kecilku, dalam hati, aku selalu menjerit.  Aku rindu ingin memeluk boneka pandaku yang mengggemaskan yang ukurannya dua kali lebih besar dari badanku masa itu. Si panda bermata hitam itulah yang menjadi teman tidurku, tapi…aku gak bisa membawanya pulang ke kampung halamanku kala itu!  Aku sedih sekali….! Aku berharap sekali bisa memeluknya kembali saat ini…ingin rasanya aku mencari penggantinya, tapi…sampai saat ini aku belum sanggup untuk membeli boneka yang ukurannya besar seperti si pandaku.  Ah…aku berharap aku bisa membeli boneka impianku tentunya dengan uang hasil jerih payahku sendiri.

Aku punya banyak sekali mainan, jadi teringat sama si kera kecilku yang selalu membawa gendang di depan perutnya dan apabila di butar bagian belakangnya dengan sendirinya si keraku itu berjalan sana sini sambil memukul-mukul gendangnya itu. Hum…kalau sudah begitu aku lupa segalanya saking asyiknya menyaksikan aksi si keraku itu. Pernah suatu ketika aku menangis sejadi-jadinya karena si keraku hilang entah kemana, aku lupa di mana terakhir aku bermain dengan dia.  Ibuku datang menghampiriku yang sedang menangis sambil mencari-cari si kera, ibu menanyaiku dan ku jelaskan pada ibu sembari merengek. Ibu mencoba menenangkanku dalam pelukannya.

Pondok Mungil
            Ayahku sosok yang sangat rajin lagi kreatif, Di Empura ayahku mempunyai kebun sahang tepatnya di belakang rumah.  Aku dan beberapa temanku sangat senang bermain disana. Biasanya kami main petak umpet. Kami bermain masak-masakan dengan mainanku yang saat itu lengkap alat-alat dapur layaknya perabotan dapur yang asli. Nah…di belakang kebun sahang itu kira-kira 7 menit berjalan kaki ada sebuah pondok bertingkat di tepi sungai. Pondok itu sengaja ayah buat untuk  refreshing setiap pekannya. Kami biasa memancing ikan bersama, tak jarang kami tidur di pondok mungil itu. Pernah suatu ketika, Hujan turun begitu derasnya. Malam itu angin dengan kencangnya berhembus disertai halilintar. Saat kami sedang tidur dengan pulasnya, karena keadaan   kami pun terbangun di kegelapan malam yang mengerikan itu. Aku terik-teriak menangis ketakutan aku berlari mendekap ibuku. Aku takut sekali…aku sampai tertidur dalam pelukan ibu dengan air mata berlinang.

Siang harinya aku terbangun kudapati kedua orang tuaku sudah tidak bersamaku, kulihat keluar jendela ternyata mereka sedang merapikan barang-barang di pondok yang berhamburan karena kejadian tadi malam. Aku berlari bersama ibu dan ayahku menuju rumah, hum hari libur usai.hehe dengan cekikikan tawa dan bersenda gurau. Aku sangat menikmati suasana itu. Sesampainya di rumah, seperti biasa. Ayah dan ibuku sudah sibuk melayani pasien-pasien mereka sedang aku bermain dengan kak ana dan kak aini . Aku menceritakan kejadian malam yang mengerikan itu pada kedua kakakku, dengan seksama mereka mendengarkan ceritku.


           
           
           
           
           


                                                                                               







Telur Itu pun Menjadi Ulat

Ketika masa ini, ulat tersebut banyak makan. Guna memenuhi keperluan masa kepompong.

Masa Baligh
Suaranya memecah keheningan, “Besok saya sudah ditugaskan di Polda Pontianak.” Jelasnya kepada seisi rumah. Ya, sepupuku yang sejak 3 tahun tinggal bersama kami demi mencapai impiannya untuk melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Telukkeramat, maka selama menjalani pendidikan dia belajar dengan tekun sehingga dia selalu menjadi juara. Dan sekarang ia sudah menjadi seorang polisi. Noviardi namanya, dia sangat rajin dan sosok yang pendiam. Dia lah yang membantu ibuku mengurus dan membersihkan rumah. Malam itu aku memutar otakku, saat itu aku masih duduk di kelas 7 SMP. Selama ini yang banyak membantu ibuku adalah sepupuku itu. Aku berfikir jika dia tidak di rumah lagi siapa yang bantu-bantu ibu dan beres-beres rumah? Aku sadar bahwa aku sudah bisa bekerja bantu ibu mengurus rumah jika aku mau! Mulai saat itu aku membulatkan tekatku untuk menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Bukannya selama ini aku tidak berbakti namun sifat pemalas dan kekanak-kanakanku yang membuat aku merasa belum berbakti. 

Kutuliskan target dan misi-misiku di sebuah buku. Kutuliskan agendaku dari bangun tidur hungga tidur lagi. Sejak saat itu akulah yang menghandle rumah, mulai dari kebersihan dan kebutuhan di rumahku. Aku sudah berunding dengan kedua orang tuaku supaya mereka tidak mengambil orang yang bantu-bantu di rumah. Aku menyatakan mampu mengerjakan perkerjaan rumah sendiri. Kubagi waktu bekerja dan belajar. Setiap waktu luangku ku gunakan untuk belajar. Mengingat ukuran rumahku yang lumayan panjang dan bertingkat aku harus bekerja   extra cepat supaya waktuku bisa efisien dan hasilnya maksimal. Rumahku yang berukuran panjang 32m dengan lebar 8m ditambah lagi tingakat atas yang berukuran 8x8 meter, rumah yang terdiri dari 6 kamar dan 1 kamar mandi serta 2 toilet itu membutuhkan waktu untuk membersihkan dan merapikan setiap harinya. Aku mengatur waktuku sedemikian rupa, aku bangun pagi-pagi sekali. Setelah sholat subuh, kumulai aktivitasku dengan mengeluarkan motor ke halaman depan rumah. Aku menyapu mulai dari ruang tamu yang berukuran 6x8 m yang di samping kanan terdapat kursi dan di pojok kanan kirinya terdapat aquarium yang berisikan ikan-ikan hias. Tak lupa ku sapa ikan-ikanku dan memberinya makan, mereka menyambutku dengan hangat. Lalu aku melanjutkan merapikan kamar kerja Ayahku lanjut keruang tunggu pasien. Kuteruskan menyapu halaman rumah,sambil merapikan pekarangan rumahku. Kutatap langit yang msih gelap itu,terkadang tampak olehku sketsa sang bulan yang tersenyum padaku.

 Aku segera beranjak merapikan ruang keluarga sekaligus menyapunya sampai ke dapur rumah. Setelah semua rapi dan bersih aku mebersihkan kamar mandi dan toilet. Barulah aku mengambil pengepel lantai dan kubasuh pengepel itu dengan pengharum lantai kusulap lantai rumahku menjadi kinclong dan harum.

            Aku menghabiskan waktu setengah jam untuk melakukan pekerjaan rutin itu, untuk lantai atas rumahku aku hanya membersihkannya seminggu sekali pasalnya dilantai atas tidak terlalu mudah kotor. Aku segera berangkat belanja kepasar pagi. Nah, barulah aku membantu ibuku masak di dapur. Setelah masak ku ajak kedua adikku untuk sarapan pagi, barulah aku mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah. Aku biasa jalan kaki jika aku ingin. Tapi pada umumnya aku kesekolah dengan sepeda miniku yang berwarna biru. Pulang sekolah kutemui keadaan rumah sudah berantakan lagi, maklumlah adik-adikku masih dalam usia bermain dan belum mengerti. Jadi bisanya Cuma bikin sampah karena keaktifan dan kekreatifan mereka.  hum,aku hanya tersenyum melihat keadaan rumah yang seperti kapal pecah itu. Terkadang aku juga marah-marah kepada kedua orang adikku. Kalau sudah begitu aku tidak lagi memikirkan rasa laparku. aku terbiasa makan pagi dan bekal nasi sehingga aku tidak perlu banyak jajan. Dengan sigap kulepas tas dan mengganti seragam sekolahku dengan cepat kubereskan rumahku hingga rapi kembali. Barulah aku makan siang,  setelahnya aku istirahat sambil membaca buku. Ya, hobiku adalah membaca terutama buku pelajaran . Aku mengulang kembali pelajaran yang tadi pagiku pelajari di sekolah. Ayahku berhasil menanamkan pesannya padaku “Cintailah rumahmu,  jadikan ianya harta berharga dan jangan biarkan ianya dalam keadaan kotor apalagi berantakan, usahakan selalu bersih dan rapi. Sehingga ketika kalian keluar meninggalkannya kelak kalian akan merindukan rumah kalian ini”.  Begitulah ayahku selalu berpesan mengenai kebersihan rumah “ Ingatlah, annazo patuminal iman,kebersihan adalah sebagian dari imin” timpalnya. 

            Aku mengindahkan perkataan ayahku itu, sehingga membuat aku selalu rindu dengan rumah dan aku betah sekali dirumah. Tambah lagi letak rumahku yang sangat strategis. Rumahku sudah bisa dikatakan sungai,  karena apabila musim air pasang tiba halaman depan rumahku bahkan dapurku tergenang air. Di belakang rumahku terdapat pondopo kecil dan ada jembatan bertingkat di kaki kanan pondopo itu kami menyebutnya jamban. Tapi bukan jamban yang dikenal kakus! Pondopo itulah yang menjadi saksi bisu perjuanganku dan isak tangisku, juga bahagiaku. Aku terbiasa menyendiri kala malam datang.  Biasanya sambil membaca disitu jika sudah jenuh dikamar. Jika cuaca cerah atau tidak bekas hujan, jembatan itu bersih dan kering sehingga aku berbaring di jembatan penghubung  antara jembatan pondopo dengan jembatan tetanggaku. Sambil menikmati indahnya suasana malam hari yang sunyi itu dengan memandangi bintang-bintang dan bulan, aku bicara pada mereka seolah mereka mendengarkanku. Tapi jangan mengira aku gila ya, aku masih waras!  

Aku tipekal orang yang memang suka menyendiri dan muhasabah diri. Waktuku kuhabiskan untuk hal-hal yang ku anggap bermanfaat untukku dan masa depanku. Aku jarang sekali berkumpul dengan teman-teman sepermainanku. Bukannya aku tidak mau bergaul, tapi pekerjaan yang lain siap menunggu dan kufikir mengerjakannya dan mingisi waktu luang dengan adik-adikku lebih bermanfaat. Namun sesekali juga aku berkumpul dan bersendagurau dengan teman-temanku. Pernah aku mencoba untuk mengikuti gaya hidup mereka, ada yang mengganjal dalam hatiku! Rasanya aku kurang nyaman dan itu bukan aku! Aku juga merasa lebih nyambung bergaul dengan orang-orang dewasa dibandingkan dengan teman-teman seusiaku masa itu..     

            Nah, rumahku juga berdekatan dengan Puskesmas tempat orang tuaku bekerja saat ini. Dekat dengan pasar juga. Apalagi dengan mesjid yang jaraknya hanya 100 meter dari rumahku, yang di samping mesjid itu terdapat Sekolah Dasar tempatku mengenyam pendidikan dulu.


Dan Aku pun Berjilbab
Aku resmi berjilbab 2 minggu sebelum Ulangan semester kelas VIII naik ke kelas IX, semua berawal dari Ibuku yang selalu mengungkapkan perasaannya mana kala memakai jilbab kepadaku (curhat), namun beliau tidak pernah sama sekali memintaku apalagi sampai menyuruhku berjilbab. Suatu ketika kami liburan ke tempat Nenek, aku dan Ibu sedang berbincang-bincang disebuah kamar petak rumah Nenek, Ibuku sambil merapikan jilbab-jilbabnya yang banyak sekali di atas lantai, lalu ibuku pergi ke dapur dan aku masih duduk di pinggir resbang sambil memandangi jilbab-jilbab milik Ibuku tanpa sadar aku mengambil satu jilbab, aku masih ingat jelas jilbab itu berwarna hijau muda dan pendek hanya sampai menutup leher saja. Lalu kupakai jilbab yang berada ditanganku itu sambil bercermin. Spontan aku melapasnya, dan bergegas menemui Ibu di dapur seketika itu pula aku menyampaikan niatku untuk berjilbab. Ibu menatapku dengan penuh suka cita sembari menanyaiku,
“ Apakah kamu yakin, anak ku?” Tanya ibuku dengan lembut penuh hati-hati,
Dengan mantap aku menjawab “Yakin bu…along ingin segera berjilbab sebelum keinginan ini hilang”
“ Bagaimana dengan bapakmu?” ibu meyakinkan ku
‘ Tidak apa-apa bu, insyaallah along bisa meyakinkan Bapak!” jawab ku serius
“ Yasudah kalau begitu maumu, ibu selalu mendoakan mu nak..”
“Bu tolong potongkan baju panjang ya bu untuk sekolah” bujuk ku
“ Iya nak, sepulang dari rumah nenek kamu boleh memotong baju ya” jawabnya
Sungguh aku sangaaat bahagia.
            Sebelum baju panjangku jadi, aku telah menggunakan jilbab terlebih dahulu di luar sekolah. Pergi ke pasar (belanja) tugasku setiap pagi sebelum brangkat sekolah belanja ke pasar, memasak, dan membersihkan rumah setelah semua beres barulah aku berangkat ke sekolah. Kebiasaanku juga bekal nasi sedari SD sampai SMA, aku tidak perduli kalau teman-teman meledekku. Uang jajanku kutabung untuk membeli keperluanku. Pergi les dan hanya di sekolah dan di rumah saja aku belum menggunakan jilbab. Aku terhitung gadis yang cuek dengan omongan yang tidak penting namun usil. Contohnya saat temanku meragukanku karena aku belum sepenuhnya berjilbab, dia berkata “Bunga, kamu ini sekali pake jilbab sekali enggak!” wah pedas sekali mulutnya, dengan santai dan cueknya aku menjawab “Oooh kamu gak tau ya kalau aku punya kembaran? Yang biasa pake jilbab itu kembaranku!” kulempar senyuman dan aku berlalu begitu saja tanpa memikirkan perkataannya itu. Aku maklumi saja, dia tidak tahu apa sebab aku belum seutuhnya berjilbab.

 Sewaktu SMP masih awal-awal berjilbab, aku masih menggunakan jilbab yang pendek dan masih suka pakai celana. Sejak berjilbab, aku sering membeli buku-buku tentang agama aku suka sekali membacanya itu adalah hiburan bagiku, setelah aku mengetahui bagaimana berpakaian muslimah yang benar.  Aku pun bisa melihat dari film cara berpakaian yang rapi dan sopan berjilbab. Sejak masuk SMA aku sudah tidak mau menggunakan celana dan jilbab-jilbab kecil lagi, jilbabku sudah menutup dada dan aku selalu menggunakan rok.
Karena cara berpakaian dan bergaulku yang tidak mau bersentuhan dan bersalaman dengan lawan jenis aku di katakan fanatik dan terlalu berlebihan oleh teman-temanku ada sebagian juga yang mendukung ku, aku tidak perduli apa yang orang lain katakana tentang diriku. Aku bahagia dengan apa yang aku yakini kebenarannya.

Pengajian Minggu
            “ Long, kamu mau nggak menggantikan mamak menghadiri arisan pengajian? Soalnya mamak gak punya waktu untuk menghadirinya. Along tau sendirilah, pulang dari kantor mamak udah kecapean sorenya bantu bapak ngrus pasien. Nanti kalau along mau bisa pergi bareng sama maklong sebelah. Gimana sayang? Lagian along gak ada kegiatan juga kan hari sabtu siang? Ibu mencoba memaparkan panjang lebar padaku. Aku mendengarkannya dengan seksama dan aku mengangguk tanda setuju sambil berkata “ Oh..boleh lah mak, kalau begitu kapan bisa along mulai? 

            Siang itu pertamakalinya aku menghadiri sekaligus menggantikan ibuku pada arisan pengajian minggu ibu-ibu yang ada di desaku. Aku pergi bersama tetanggaku yang juga salah satu anggota pengajian minggu tersebut. Ya, nama pengajian itu adalah Pengajian Minggu karena diadakan setiap minggu sekali. Kala itu aku masih duduk di bangku SMP kelas VII. Sejak saat itulah aku mengisi kegiatanku dengan mengikuti pengajian ibu-ibu yang hanya aku gadis satu-satunya disitu. Pengajian tersebut tidaklah tetap hari minggu terkadang tergantung keadaan apakah orang yang menerima arisan sempat atau tidaknya. Jika ada kegiatan yang bentrok maka harinya bisa diganti dengan hari yang lain, bisa sabtu, jumat, kamis dan lain-lain. Setiap minggunya aku dan tetanggaku menghadiri pengajian di tempat yang berbeda-berda, jadi aku pernah kerumah setiap anggota pengajian tersebut. Termasuk juga di rumahku yang apabila giliran namaku yang di kocok nah, pengajian pun dilaksanakan di rumahku. Sungguh rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang luar biasa. 

            Acaranya diisi dengan membaca al-qur’an secara bergantian dan shalat ashar berjamaah. Lalu ditutup dengan membaca yasin dan makan-makan. Seru bukan? Ibu-ibu anggota pengajian minggu sangat sayang padaku, jika aku tidak datang mereka pasti menanyakanku. Sehingga membuatku selalu rindu untuk mengadiri dan berkumpul bersama mereka. Kalau aku sakit mereka datang kerumahku menjenguk keadaanku. Aku aktif sampai kelas XI SMA, etelahnya aku izin istirahat ( berhenti ) untuk fokus mempersiapkan Ujian Akhir Nasional yang sudah membayangi tahun depan.


Istana Kecilku
            “ Kamarku… love you so much!”, itulah kalimat yang selalu ku lontarkan jika aku hendak membanting tubuhku ke kasur. Aku ini memang sangat mencintai kamarku, karena bagiku tanpa kamar ada sesuatu yang kurang dalam kehidupanku. “Istana kecilki” ,  brgitulah aku menyebutnya. Karena disitulah aku melepaskan rasa lelahku, aku bisa berkarya sesuka hatiku dan aku bebas melakukan apa saja yang aku mau. kamarku itu adalah cerminan Susana hatiku. Manakala kamarku berantakan itu artinya aku sedang bermasalah baik itu fikiranku atau pun jasmaniku. Aku selalu berusaha untuk menjaga kebersihan dan kerapiannya. Sungguh aku tak suka melihat yang berantakan dan kotor, kepalaku rasanya pusing dan maunya marah-marah saja kalau suasana kamarku itu berhamburan. Aku cenderung menutup diri kala itu, aku lebih suka menghabiskan waktuku di istana kecilku, banyak hal yang bisa aku kerjakan setelah semua pekerjaanku di rumah beres. Jika waktu ulangan sudah dekat aku mulai memutar okat dan membuat jadwal tersendiri untuk belajar. Kebiasaanku adalah menempeli kata-kata motivasi di dinding kamarku. Ku buat sejenis mading dan kutulis apa saja yang kuanggap bisa memotivasi hidupku agar tetap semangat dan tidak putus asa. Aku terbiasa memodifikasi letak tata kamarku, karena aku juga ingin selalu merasakan nuansan dan susasana yang berbeda. 

            Pada dasarnya aku suka sekali berdandan, bisa dibilang centil juga. Hehe aku mengekspresikan diri di istanaku itu. Di dalam lemariku terdapat banyak sekali alat kosmetik dan aku bisa sepuasnya ber meke up.  Ku sulap sisir menjadi mikrophone dan aku bernyanyi layaknya seorang penyanyi terkenal di depan kaca. Tatkala aku sedang sedih tak jarang air mataku tumpah di bantal kesayanganku. Jika aku sedang sakit selimut kesayangankulah yang menghangatkanku di istana kecilku itu. Cintailah kamarmu sendiri sehingga kau akan dapati keindahan dan kedamaian di dalamnya.

Sedikit Menganai Prestasiku
            Dari kelas 2 SD aku sudah di daftarkan les matematika oleh ibuku. Bisa dikatakan aku kurang dalam pelajaran matematika, maka dari itu ibuku meminta guru matematikaku untuk mengajarkanku di luar jam sekolah. Di bangku SD aku belum begitu menonjol, hanya diperingkat 4 tertinggi aku dapatkan. Namun, di bangku SMP aku bisa meraih juara 1 selama dua ttahun. Di semester pertama aku belum mendapatkan juara namun pada saat pengumuman pembagian rapor semester 2  aku dinyatakan sebagai bintang kelas ( juara 1) untuk kelas VII B. 

Itu pengalaman pertamaku mendapatkan juara 1, sungguh hatiku bergetar dengan dipanggilnya namaku untuk berdiri dengan para bintang kelas di depan ratusan siswa saat itu. Aku tak bisa membendung air mataku namun ku tolehkan kearah belakang saat embun itu membasai sudut mataku. Ada rasa takut dan khawatir juga saat itu. Aku takut tidak bisa mempertahankan apa yang sudah kuraih ini. Karena aku selalu ingat bahawa mempertahankan itu jauh lebih sulit dari pada meraih! Namun dalam diriku berkata aku harus bisa dan pasti bisa! Where there is a will there is a way, ingatlah bahwa dimana ada kemauan disitu ada jalan.  Dan alhamdulillah selama 3 semester aku bisa mempertahankannya. Aku mendapatkan bingkisan berupa buku yang dikadokan saaat itu. Sesampainya dirumah jika ayah belum datang dari kantor, aku pasti menunggunya, kado itu belum kubuka. Aku selalu meminta ayahku yang pertama membuka kado hasil juaraku. Sekaligus meminta tanda tangannya di raporku. Ayah mengusap kepalaku,terkaadang beliau mengecup keningku seraya memberikan motivasi agar aku tetap berprestasi. 

            Langit begitu cerah memandangi para siswa yang sedang berkumpul di halaman sekolah, pembagian kelas dan pembauran bintang kelas dari setiap kelas pun diumumkan. Jadi, waktu kelas IX kelas kami kembali dibaur. Ternyata bintang kelas dari kelas A,B dan C dibaur menjadi satu kelas. Kelas IX A, itulah kelas baruku. Kami bersaing di dalamnya tentunya dengan persaingan sehat. Namun, aku hanya mendapatkan peringkat ke-3 saja. Tapi aku tetap harus bersyukurapi tak dapat dipungkiri bahwa aku agak kecewa waktu itu, sampai-sampai saat aku mencuci mangkuk kaca tiba-tiba mangkuk itu terbelah ditanganku sehingga mengakibatkan jati kelingkingku terluka. Karena aku melamun saat itu, aku agak sedih hanya mendapat juara 3. Ibuku menjahit bagian yang terluka sambil menatapku lekat-lekat. “Kamu sedih ya nak?” suaranya menyadarkanku dari lamunan. “Nggak kok bu”. Aku tersenym padanya.

  Di bangku SMP jualah aku dipercayai mewakili sekolahku untuk mengikuti lomba pidato tentang Narkoba se kabupaten. Namun Allah belum mengizinkanku menjadi yang terbaik disana, hanya mendapatkan juara Harapan 1 saja. Aku juga pernah diamanahkan oleh wali kelasku mewakili olimpiade se kabupaten mata pelajaran Pendidikan dan Kewarganegaraan. Namun hanya 1 orang saja perwakilan sekolahku yang mendapat juara disana. Itupun hanya juara 3.

Hm…SMA, aku sebenarnya ingin sekali mondok setelah SMP  namun kedua orang tuaku masih belum ingin berpisah denganku sehingga jadilah aku santri wati tak kesampaian. Meskipun begitu aku tidak pernah putus asa untuk tetap mengukir prestasi. Orang tuaku menahanku pasti bukan tanpa alas an, mereka punya alasan tersendir yang aku sangat yakin itu untuk kebaikanku juga. Bisa jadi, karena aku anak perempuan jadi agak rawan dilepas dalam keadaan yang masih labil. Fikirku, ayah dan ibu masih mampu untuk menggemblengku. Aku sempat ingin melanjutkan ke Gontor salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia yang berada di jawa timur. Orang tuaku menyetujui, tapi setelah kudapatkan informasi dari narasumber yang langsung salah seorang santri yang sedang mengbdikan dirinya di Gontor. Ternyata kalau dari SMA bisa hanya saja harus mengulang 3 tahun untuk memaksimalkan ilmu dasar dan dual bahasanya. Sehingga apabila ingin mendaptkan gelar S1 memakan waktu selama 9 tahun. Aku yang saat itu masih sangat ambisi dan labil mengiyakan dengan penuh keyakinan aku bisa! Aku adalah gadis yang beruntung yang mempunyai orang tua yang sangat penuh pertimbangan dan faham dengan keinginan serta kebaikan untuk anak perempuan mereka ini. Aku dimintai untuk memikirkan kembali keputusanku. Tentunya dalam waktu yang tidak sebentar.

 Alhamdulillah aku bisa bersaing dan mempertahankan peringkat ke-2 selama satu tahun sehingga aku dinyatakan sebagai siswi kelas IPA. Di SMA jualah aku bisa mengeksplor bakat menyanyiku. Dan aku adalah juara bertahan diajang Pentas Seni yang diadakan oleh pihak sekolahku untuk mengisi acara classmeeting. Aku rindu ayah yang selalu menjadi orang pertama yang kumintai membuka amplop kemenanganku. 

 Sampai pernah aku diutus oleh pihak sekolah untuk mengikuti lomba menyanyi se kabupaten. Pada malam 17 Agustus aku dimintai guruku mengisi acara yang di adakan di depan gedung Kantor Camat membawakan lagu daerah. Sungguh aku sangat takut dengan lontaran pujian dari masyarat setempat. Dan aku juga disebut sebagai Putri Kecamatan oleh Mc acara tersebut. Anggap saja malam itu aku sedang latihan untuk memaksimalkan performanceku esok harinya di Sambas. 

            Sungguh aku sedih sekali karena tidak bisa tampil maksimak di acara lomba itu yang di laksanakan di SMAN 1 Sambas. Siang itu matahari begitu menyengat, awalnya kami diberi tahu akan tampil pagi. Tapi kenyataannya aku tampil jam 1 siang di bawah terik matahari yang membuat keringatku bercucuran. Make upku yang sudah tampak tak keru-keruan saat itu, sedang sainganku baru saja selsai ber make up sehingga mereka kelihatan lebih segar dari pada aku yang sudah di make up sejak jam 6 pagi. Mau di make up ulang piñata riasnya sudah pulang duluan. Masalahnya lagi DVD latar untuk music pengiring itu tidak bisa dinaikkan 3 oktaf dari nada aslinya. Sehingga membuatku ingin mengurungkan niatku untuk tampil. Karena aku tau jika aku menggunakan nada dasar pasti akan sulit membawakannya karena jenis suaraku yang tinggi. Aku terpaksa menyanyi dengan nada dasar waktu itu. Hum…hancur semuanya!

Setiap kali acara perpisahan Aku ditunjuk sebagai MC selama 2 tahun, sekaligus mengisi acara yaitu menyanyikan sebuah lagu. Aku juga menjadi keanggotaan OSIS selama 2 tahun sebagai seksi keagamaan. Namun ada masa dimana aku fakum akan prestasi.

Satu bulan sudah aku menjadi siswa X1 IA, Malaria Typusku kambuh dan aku lama tidak masuk Sekolah sehingga banyak ketinggalan mata pelajaran, kelas IA adalah sistem persaingan sehat yang memang siswa-siswa pilihan. Setelah 5 bulan lamanya aku sering tidak masuk aku kewalahan untuk mengejar materi yang tidak mudah bagiku. Tapi Allah maha pengasih lagi maha penyayang, Alhamdulillah aku bisa naik kelas dan Lulus dengan nilai yang memuaskan. Dengan nilai rata-rata 8.



Perpisahan
hatinya berdegup dengan irama yang begitu merdu, matanya basah. Karena sebentar lagi ia akan melepaskan si putih abu-abu yang setia menemani langkahnya selama 3 tahun terakhir. Langit sekura menampakan pesonanya, dibarengi dengan alunan lembut sang angin yang memberikan kesegaran pada setiap undangan yang hadir. Ya, acara perpisahan itu dilaksanakan di Taman Air Sekura atau yang akrab ditelinga penduduk setempat dengan istilah kafe terapung. Kenapa kafe terapung? Karena kafe tersebut berada di atas air dan mengapung.  Masih saja ia terdiam dengan menebar senyum kepada setiap yang memandangnya. Gadis itu bercengkrama dengan teman-temannya di kursi yang tersedia untuk para siswa kelas XII. Yah, gadis itu adalah aku. Aku mencoba untuk larut dengan keceriaan teman-teman sekelasku yang duduk berdekatan denganku. Kami berfoto bersama serta menikmati suasana yang begitu menyejukkan saat itu. Pasalnya hampir semua orang tua / wali siswa kelas XII hadir, tak terkecuali ibuku.  Dari kejauhan Kupandangi ibuku yang sedang ayik berbincang-bincang dengan orangtua temanku tampak begitu menikmati suasana. Sesekali aku dan ibu bertemu pandang dan kutebar senyum untuknya. Seketika ibuku pun membalas senyumku.
Acara pun dimulai. Pembawa acara ( MC) yang tampak rapi dengan kemejanya sudah membuka acara dan dilanjutkan dengan beberapa sambutan dari beberapa orang yang berpengaruh di sekolahku dan juga dari pihak kecamatan seperti, kepala sekolah dan camat. Tak terkecuali ayahku yang juga sebagai ketua komite di sekolahku yang seharusnya menyampaikan kata sambutannya, namun saat itu beliau tidak bisa hadir dikarenakan beliau sedang melakukan kunjungan ke Yogyakarta mewakili kampusnya. Ya, ayahku yang  melanjutkan studinya minta diwakilkan oleh sekretaris komite yaitu ayah dari temanku juga. Nah, acara yang ditunggu-tunggu. Yaitu acara salam-salaman seluruh siswa kelas XII kepada para guru. Namaku dipanggil untuk memulai terlebih dahulu acara itu, dengan gaun unguku aku berjalan memulai salaman kepada seluruh guru yang sudah berbaris rapi di depan pentas disusul teman-teman yang lain. Satu per satu guru ku salami “ kecuali” guru laki-laki dan guru wanitanya kupeluk satu persatu. Tanpa terasa aku meneteskan air mataku di iringi nyanyian dari adik kelas. 

Suasana begitu khidmat dan mataku menyapu kesemua kafe itu yang dipenuhi seluruh siswa SMAN 1 Telukkeramat. Setelah semua usai salaman. Memasuki acara terakhir yaitu acara makan-makan dan hiburan. Acara hiburan itu juga di buka olehku yang dimintai oleh guruku untuk mengisi acara dengan membawakan sebuah lagu yang berjudul Bukan Cinta Biasa ( Siti Nurhaliza ). Namaku di panggil, dengan tenang aku melangkahkan kakiku sembari  membaca doa dalam hati,  sampai aku yakin bisa memulai, abg cameramen yang sudah siap dengan kamera nya memberi kode padaku agar aku melihat kearah kamera saat menyanyi. Ya setiap kali acara perpisahan pihak sekolah memang menyediakan jasa cameramen untuk mengabadikan momen itu.  aku langsung melantunkan nyanyianku. Semua mata tertuju padaku dan ku tebar senyum. Kukuasai panggung itu hingga lagu berakhir suara tepukan itu bergemuruh. Ku akhiri dengan salam dan senyum kepada seluruh undangan. Setelah aku kembali duduk salah satu temanku berkata padaku yang membuat aku langsung istighfar karena takut. “ bagus sekalai..minta tanda tangannya ya long..” dengan wajah yang menunjukan kekaguman. Ya, aku takut sekali bila dipuji, menurutku pujian itu hanya akan menjerumuskanku.




Kepompong  yang Penuh Semangat

Pada fase inilah (kepompong) ada masa perubahan yang dimana kepompong itu berubah menjadi kupu-kupu, tentunya untuk menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang indah perlu persiapan-persiapan. Nah, secara fisik kepompong itu memang diam / istirahat tapi secara psikologis dianya terus bersemangat mempersiapkan diri menuju kematangan (menuju kupu-kupu). 

Biarlah Rasa Sakit itu Menjadi Penawar Dosaku
Karena tinggal di daerah primitive dan masih banyak hutan belantara di desa suak medang, mengakibatkan ibuku menderita penyakit malaria sejak aku dalam kandungan. Otomatis bayi yang ada dalam kandungan ibuku itu juga menderita malaria, bayi malang itu adalah diriku sendiri. Diumurku yang menginjak 1 tahun aku terserang kejang-kejang dikarenakan malaria kronis. Usiaku 5 tahun menjelang kelahiran adik pertamaku setelah dicek malariaku sudah gametosit (terjadi pemecahan) hampir menyerang otak. Hal ini disebabkan oleh aku yang tidak bisa sama sekali minum obat, sudah ditelan obatnya pun berusaha untuk memuntahkannya kembali. Umurku 6 tahun typus pun menyerangku dengan hasil laboratorium seperempat ratus. Sejak itulah ibu memantangiku tidak boleh makan terlalu manis,p edas masam, dan tidak boleh terlambat makan.

 Selama mengenyam pendidikan di SD penyakitku itu tidak terlalu sering  kambuh, hanya saja sewaktu duduk di bangku SMP malaria typusku sering sekali kambuh. Setiap menjelang ulangan semester pasti aku jatuh sakit mungkin karena terlalu diporsir. Lucunya meskipun aku sedang tebaring sakit tapi aku tetap saja ingin belajar. Karena aku sadar dengan sakitnya aku pastilah aku banyak sekali ketinggalan mata pelajaran, ditambah lagi aku bukanlah orang yang pintar banget jadi aku bisa karena aku mau belajar dan rajin mengulang pelajaran. Jadi, selama aku sakit bukuku pun pasti ikut denganku, kumintai ibuku untuk mengambil buku-bukuku dan mendekatkannya padaku sehingga aku dikelilingi oleh buku-bukuku. Jika merasa aku sanggup untuk membaca aku akan lakukan itu, kubaca dan kupahami materi meskipun hanya sedikit-sedikit. Dan Allah Maha Tahu dan tidak pernah tidur. Aku masih bisa mempertahankan juara pertama saat pembagian rapor. Di tambah lagi sakit bulananku yang selalu merajalela yaitu disminore. Jika haid tiba aku pasti pulang dan dijemput dari sekolahku. Guru-guru SD, SMP dan SMAku sudah pada hapal dengan penyakitku sehingga mereka bisa memaklumi keadaanku. Saat itulah aku merasa indahnya punya teman yang baik serta ringan tangan, teman-temankulah yang selalu bersedia mengantarku pulang kerumah. Berduyun-duyun mereka membawaku pulang dengan sepeda motor . Masih ingatkah kalian? Saat  Aku kalian himpit depan belakang dalam satu motor agar aku tidak jatuh, dan beberapa teman yang lain membawa motorku? Aku merindukan kalian semua.

Magg kronis yang juga melanda diriku sehingga membuatku tidak boleh makan sembarangan kala itu. Tiada hari tanpa sakit kepala! Itu aku rasakan  sejak kelas VIII SMP. Dan tiada hari tanpa minum obat…! Tapi sekarang aku tidak terlalu memusingkan rasa sakitku itu. Aku mencoba menerapkan ilmu yang diajarkan oleh guru bimbelku yang bernama Reza Akbar. Belaiau  memberitahuku tentang buku The Secret yang mengisahkan beberapa orang yang sudah divonis akan meninggal dunia. Namun, orang tersebut selalu berpositif thinking dan dia bergaya hidup layaknya orang yang sehat. Dan hasil akhir menyatakan orang tersebut bersih dari kanker yang mematikan itu. Jadi, maksudnya agar aku selalu berpikiran positif dan beranggapan aku tidak sakit dan berprilaku seperti orang sehat pada umumnya. Alhamdulillah aku berhasil menerapkannya.

            Dulunya aku yang selalu di asuh obat sekarang aku hanya sesekali saja minum obat. Yang dulunya aku sering terkapar sakit, sekarang aku merasa seperti orang yang sehat pada umumnya. Mana kala kurasakan maliaria atau typusku kambuh aku langsung mengendalikan fikiranku bahwa aku baik-baik saja. Meskipun tak jarang rasa sakit itu melandaku namun, aku tidak terlalu memusingkannya. Jika aku butuh istirahat ya, aku segera istrahat.

17 Mei 2011
24 juni 2011 tepatnya hari jum’at , Pesawat yang kunaiki mendarat di Bandara Supadio Pontianak. Bersamaan dengan itu pula Ibuku datang ke Bandara untuk menjemput ku.  Aku turun dari pesawat sambil mengatakan
“ Oh Pontianak I’m coming again!”
Ku hampiri Ibu ku yang baru saja masuk ke tempat pengambilan barang sembari memeluk erat tubuhnya dan menciumi  tangannya. Tidak terasa sang waktu begitu cepat berlalu, 3 minggu silam aku masih menikmati sejuknya  udara Kota Pelajar nan memesona ( Yogyakarta). 

            Semenjak Pengumuman Kelulusan 16 mei  aku dinyatakan LULUS, pada tanggal 17 mei aku telah meninggalkan rumah dan keluarga ku tercinta demi menyonsong masa depan yang diridhoi oleh Allah swt.  Itu adalah pengalaman pertamaku meninggalkan rumah, karena sedari kecil aku selalu bersama orang tuaku. Kepulangan ku dari Yogyakarta memang tidak langsung kembali ke rumah orang tuaku, karena aku bertekad “Setelah kudapatkan gelar Mahasiswi aku baru akan pulang” itulah tekadku! Sehari sebelum aku pulang ke Pontianak aku terlebih dahulu menghubungi temanku  yang ada di Pontianak yang tempo hari kuajak berkenalan  sebelum  aku berangkat ke Yogyakarta.
“ Hallo, assalamu’alaikum mba”
“Iya, waalaikumsalam Bunga. Ada apa ya?”
“Begini mba, Bunga mau pulang ke Pontianak. Di kosan mba ada kamar kosong nggak? Kalau ada tolong pesankan untuk Bunga ya Mba.”
“Oh iy ada, nanti mba bilang sama pemilik kos nya”
“Ok, makasih ya mba.”
Begitulah perbincangan singkatku dengan mba muyas.
Aku memang gadis yang mudah bergaul dan mudah dekat dengan orang baru disekitarku, maka dari itu aku juga cepat akrab dengan teman baruku itu, namanya Siti Muyasara dia berasal dari Natuna, kepulauan Riau.  Dia kuliah di FKIP UNTAN Pontianak.  Aku menyebutnya mba muyas, sehari setelah kami berkenalan di Mega Mall aku pun langsung memintanya mengajariku matematika untuk persiapan tes SNMPTN. Aku menginap di kosnya dari situlah aku merasa nyaman di kosnya yang berada di jl. Ayani/sepakat2 gg.mawar  (yang sekarang sudah kutempati).  aku berangan-angan bisa tinggal di kos itu juga karena faktor air yang  lancar dan lingkungannya pun aman.
Aku berjalan menyusuri setiap sudut kos yang sederhana itu sembari berkata
“Mba, kalo nanti bunga kuliah di Pontianak bunga mau tinggal disini sama mba.” sambil menatap kearahnya
Mba tersenyum kea rah ku
“Iya…”
Baru saja aku menyelesaikan percakapan singkatku, Hand Phoneku pun berbunyi, sms masuk
Dari Bapak,
“Nong, kamu mau nggak ke Yogyakarta mengikuti  tes Kedokteran, nanti disana kamu tinggal sama Om. Kalau kamu siap kita langsung konfirmasi sama keluarga Om”.
Seketika itu pula aku membalas  sms bapak
“Mau pak, nanti setelah tes SNMPTN baru bisa kesana pak.”
                                                            ***     
Hari itu cuaca begitu cerah menyambut kedatanganku, ibu mencium pipi ku sambil menanyakan kabar ku
“Kamu sehat nak?” sambil menatap ku penuh kasih
“Alhamdulillah sehat mak…” aku tersenyum  kearah ibu
Kami pun bergegas keluar mencari taxi untuk membawa barang-barangku.  Ibu membawakan motor untukku dari Rumah, supaya nanti aku di Pontianak punya kendaraan sendiri.   Orang tuaku mengizinkan dan mendukung tekadku untuk tidak segera pulang ke rumah.  Ibuku membawakan barang-barangku dengan taxi, sedangkan aku mengendarai sepeda motor sendiri sebagai penunjuk arah menuju kos baru ku. Dan hari itu pulalah aku sah menjadi anak kos-kosan.  Aku sengaja tidak memberitahukan kepada mba muyas bahwa aku akan datang, kuketuk pintu kamar mba sembari mengucapkan salam,
Tok…tok..tok..” Assalamu’alaikum,mba…”
Mba dan temanya keluar dari kamar dengan memasang wajah kaget, aku langsung mencium tangannya dan memeluknya…
“Mana kamar Bunga mba?” Tanya ku sigap
“Ini kamarnya bunga…” sambil mengantar ke kamar baru ku
Aku pun langsung bergegas mempersilahkan Ibu untuk beristirahat.
Pasalnya semalam sebelum ibu berangkat ke Pontianak, ibu merujuk pasien  yang melahirkan ke Pemangkat dan tidak tidur semalaman.
Ibu pun beristirahat sejenak dan aku sedang asyik bergenah ria di istana kecilku. Aku tidak memperdulikan rasa lelahku. Ibu tidak lama menemaniku setelah shalat isya ibu pun pulang ke Sekura menggunakan taxi.
***
Rencanaku selanjutnya adalah mendaftar di STAIN Pontianak, aku daftar  dijurusan tarbiyah prodi PBA dan mengikuti tes.  Pada saat tes wawancara aku di sarankan masuk di BKI kata pak Gito sesuai dengan kepribadianku.  Karena latar blakangku bukan dari Aliyah maupun Pesantren  dan umumnya yang di PBA adalah dari Aliyah dan pesantren. Pada saat pengumuman tiba kulihat namaku dan aku lolos kedua-duanya, di PBA dan BKI. Aku diminta dosen untuk memilih salah satunya. Dengan bismillah aku memilih BKI.
Untuk  pertama kalinya juga aku menyambut datangnya bulan suci Ramadhan tidak dengan keluargaku, tanggal 8 Agustus aku daftar ulang dan pulang ke Sekura dengan sepeda motor sendirian. Ini pertama kalinya aku melakukan perjalanan jauh yang normalnya dari Pontianak Sekura memakan waktu 6 jam namun waktu itu aku bisa menumpuhnya dalam waktu 5 jam saja. Sebelum aku pulang, aku menanyakan rute perjalanan kepada teman satu kosku.  Dan Alhamdulillah aku datang dengan selamat ke rumah dan berhasil memberikan surprise kepada kedua orang tuaku. Pasalnya aku tidak memberitahukan keputusanku untuk pulang dan menggunakan motor sendirian. Karena fikirku kalau aku bilang mau pulang pastinya mereka akan sibuk dan khawatir sekali kepadaku.  Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa mandiri dan menjadi sosok yang kuat seperti halnya kedua orangtuaku.  Ini pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan. Kurang lebih 3 bulan aku baru pulang kerumah. Itu pun hanya 7 hari di rumah karena tanggal 15 agustus sudah harus ada di kampus untuk mengikuti ospek, dan aku pulang ke Pontianak dengan sepeda motor sindiri lagi.
15 agustus 2011 kado terindahku dengan diucapkannya selamat datang oleh panitia opak (Orientasi Pengenalan Akademik) Sampai sekarang aku sudah 4 kali pulang pergi dengan sepeda motor dari Pontianak – Sekura maupun sebaliknya. Tempo hari  orangtua ku menelfonku untuk memintaku jika plang lagi nanti menggunakan bus saja, mereka menghawatirkanku di tengah perjalan jauh itu. Dan aku akan memenuhi permintaan mereka. Gelar mahasiswi pun telahku dapatkan dan sekarang aku sah menjadi seorang mahasiswi STAIN Pontianak, dan aku siap mengemban amanah orang tuaku dan mengejar target dalam hidupku. Kesungguhan, kerja keras, keyakinan dan tekad insyaAllah akan membuatku menjadi oaring yang berhasil. amiin
Seberapapun indahnya rencana kita, jauh lebih indah rencana Allah untuk kita.



















Adik-adikku Tercinta
Dari kejauhan kulihat seorang anak remaja yang memakai celana kain hitam baju kaos coklat diselubungi sweeter abu-abu dan tas ransel miliknya, sepatu hitam dan helm berwarna merah yang semakin menambah ketampanan wajah putihnya. Ia naik keatas motor yang dikendarai oleh seorang pemuda yang sudah siap dengan barang-barang bawaannya. Anak remaja itu menoleh kearah belakang dan melontarkan senyum perpisahan. Hari itu dia harus segera kembali ke Pondok Pesantren Ushuluddin tempatnya mengenyam pendidikan. Kulambaikan tanganku kearahnya sembari berdoa didalam hati, “ Ya Allah, hamba titipkan adik hamba kepada-Mu. Jaga lindungi serta peliharalah dia dan jadikanlah ia Anak yang soleh”. Ya, anak remaja itu adalah adik pertamaku yang bernama Wally Akbar Al-hafiz. Kami memanggilnya Akbar, dia lahir di Sintang tepatnya tanggal 7 juli 1998. Akbar adalah anak yang baik dan pintar, dia sangat hobi berolahraga. Sedari kecil dia mempunyai tubuh yang gendut, seiring dengan bertambahnya usia dan pergaulannya. Ia merasa malu dengan tubuh gendutnya itu. Dia mempunyai banyak teman sehingga membuatnya mudah untuk mengaplikasikan hobi dan bakatnya dalam bidang  olahraga.  Selama dia di Pesantren tubuhnya semakin tinggi dan lebih menarik dari sebelumnya, dia tidak gendut lagi. 

Malam itu aku begitu khawatir dengan keadaan ibuku, bapak yang sedari tadi kelihatan cemas dengan wajah lusuh dan lelahnya setelah seharian kami sibuk membawa ibu ke Rumah Sakit Sambas, sesampainya disana tiba-tiba ibu pendarahan. Pihak Rumah Sakit pun segera meminta Ambulance untuk membawa ibuku ke Rumah Sakit Pemangkat. Ibuku semakin parah dan nyaris kehabisan darah, di Pemangkat Dokternya tidak ada dan pihak rumah sakit hanya bisa menyediakan darah untuk ibuku yang sudah terkapar dengan tali infus ditangannya. Aku yang sedari tadi duduk disudut mobil ambulance sambil memandangi ibu yang sedang merintih kesakitan. Tibalah kami di Rumah Sakit Singkawang, sekonyong-konyong para perawat datang bergegas menghampiri kami dan sigap mereka membawa ibu keruang operasi. Aku,bapak  dan  yang lainnya menunggu dengan penuh kekhawatiran. Setelah operasi selesai , bapak segera menghampiri Dokter dan segera menanyakan keadaan ibu. Ibu masih tak sadarkan diri dan terdengar kabar bahwa adik keduaku itu di tempatkan di dalam tabung yang ber oksigen karena keadaannya yang lemah. Kupandangi bayi mungil (4,5 kg) itu dengan mata berbinar dari kejauhan. Kami tidak boleh masuk dalam ruangan itu. Ingin sekali aku menggendongnya. Diberilah nama oleh bapak Sohib Bus Sobri, 9 juli 2000.

Kami memanggilnya Sohib, tak jauh seperti halnya abangnya Akbar. Sohib juga tumbuh menjadi anak yang cerdas, aktif dan kreatif. Dia selalu mendapatkan 3 besar dikelasnya. Sohib juga memiliki hobi dan bakat dibidang olahraga, terkadang kami bertiga bermain badminton didepan rumah. Kami sangat akrab, kami juga hobi memasak.
Sehingga mamak tidak perlu repot-repot menyiapkan makan untuk kami bertiga. Terkadang kami cerita-cerita tentang pengalaman di sekolah setiap harinya. Tapi sekarang kami sudah brjauhan dan jarang bersua namun walaupun jauh dimata tetap dihati. I love my brother’s very much.

Sebulan Saja
“Nak…kapan kamu mau pulang?” Tanya laki-laki 40 tahun, melalui telpon genggamnya. “Pak..along masih belum ingin pulang pak, izinkan along belajar tentang kehidupan melalui lingkungan dan kehidupan disini ya pak..banyak hal yang bisa along dapatkan tentang sebuah perjuangan dan pengorbanan” jelasku sembari membujuk. Memang aku belum pernah meninggalkan rumah dan kedua orang tuaku dalam waktu 2 bulan. Tentu saja ayahku yang tak bisa jauh dari anak perempuan semata wayangnya ini merasa rindu. Aku faham akan hal itu. Namun aku juga ingin melihat kehidupan luar. Aku ingin melihat perbedaan yang begitu jelas adanya di kota Pontianak ini. Di sinilah aku melihat dengan jelas perbedaan suku dan etnis yang begitu nyata. Selama ini aku hanya bergaul dan bersua dengan orang melayu yang merupakan mayoritas dalam lingkunganku sejak aku SD sampai tamat SMA. Tidak mudah untuk memahami dan mengenal karakter setiap individu apalagi yang berbeda suku, namun aku tetap berusaha membangun jembatan dalam setiap kesempatan dengan orang-orang disekitarku. Aku berusaha untuk tidak membangun tembok yang menjadi penghalang untuk memperluas jaringan ukhuwah. Sehingga membuatku merasa nyaman dan bersahabat dengan kehidupan baruku ini. Seperti kata pepatah “Masuk kandang sapi mengemoh, masuk kandang kambing mengembek”. Artinya berusaha untuk menyesuaikan diri dimana kita berada. 

Sebulan menjelang tes di STAIN, aku sudah menyusun strategi. Mulai dari minta dikirim buku-buku agamaku yang aku kumpulkan semenjak SMP, mencintai kamarku agar aku tidak jenuh, dan menambah jaringan serta informasi-informasi mengenai tes. Pada umumnya teman-teman kosku jarang berada di kamar mereka karena sibuk dengan kuliah dan agenda-agenda mereka. Kulihat ada beberapa teman kosku yang menghabiskan waktunya mengajar privat di samping kuliah. Aku yang waktu itu hanya menghabiskan waktu di istana kecilku dengan membaca buku persiapan tes. Hum...aku jadi puny ide untuk mengisi wakru luangku disore hari. Aku bertanya kepada tetangga sebelah mengenai anak TPA, sejak SMP aku mempunyai keinginan untuk mengajar TPA pasalnya aku suka sekali dengan anak-anak. Bapak separuh baya itu menyarankanku menanyakan di Mesjid Syaifullah samping jalan sepakat 2. Kebetulan tidak jauh jaraknya dari kosku. Aku langsung menanyakan kegiatan anak TPA di Mesjid tersebut. Alhamdulillah malamnya ba’da magrib aku sudah bisa bercengkrama dengan anak-anak TPA itu. Dengan mata berbinar aku melihat ke-7 adik-adik baruku itu sembari memperkenalkan diri. Aku cepat sekali akrab dengan mereka, ku ajak mereka pulang bersama dengan sepeda motorku. Empat orang anak gadis yang kuajak bersamaku yaitu Ayik, Lia, Lola dan sikecil Lina. Mereka tampak anggun sekali dibalut jilbab. Kebetulan rumahnya berdekatan, berada dalam gang yang sama. Sedang anak laki-lakinya Habib, Rendi dan Beni bergoncengan sepeda.

Malam itu rintik hujan yang membasahi, dengan penuh kecerian dan canda tawa kami berpisah di depan rumah adik-adik baruku itu. Aku berpamitan kepada orang tua mereka. Sepeda motorku menembus hujan, sungguh hatiku berbunga-bunga dan ada kepuasan tersendiri dalam benakku saat aku bisa merealisasikan keinginanku yang sejak lama kupendam. Honda hitam milikku membelah jalan sepakat dengan tenang. Setiap hari minggi Empat gadis kecil TPA itu silaturahmi ke kamar petak kediamanku. Mereka selalu membawa kebahagiaan dan mewarnai hariku. Hanya satu bulan lamanya aku bersama mereka di TPA, karena 2 hari sebelum tes aku sudah memfokuskan dengan persiapanku. Meskipun aku tidak datang untuk berkumpul dan belajar bersama mereka, namun diluar aku dan adik-adikku itu sangat menjaga dengan baik ukhuwah kami. Mereka mengajakku pergi ke kolam renang yang ada di GOR. 

Hari minggu yang cerah itu, aku dan empat orang adik-adikku itu pergi ke kolam renang dengan sepeda motorku. Ayik, Lia, Lola dan Habib memenuhi Honda hitam kesayanganku itu “Dek, apa gak dimarah kita sam pakpolisi berlima dalam satu motor dan hanya kakak yang menggunakan helem?” tanyaku dengan tetap focus mengendarai motor. “Umm, gak apa-apa kali kak” jawab salah seorang dari mereka ragu. Hatiku was-was dan khawatir sekali “Berdoa saja ya dek mudah-mudahan gak ada polisi” pintaku dengan perasaan takut. Sesampainya di Gor kami tidak tahu bahwa harga tiket masuknya mahal jika hari libur. Kebetulan mereka tidak membawa uang banyak, dan aku yang hanya menemani pun harus membayar meskipun tidak ikut berenang. Alhamdulillah akhirnya masalah uang bisa teratasi.

Ini pertama kalinya aku ketempat itu, subhanallah indah sekali. Wajah mereka tampak cerah dan kelihatan sangat menikmati. Aku duduk di kantin sambil memandangi dari kejauhan. “Seandainya yang aku bawa kesini adalah adik-adikku, Akbar dan Sohib. Mereka pasti bahagia sekali. Nanti aku akan ajak mereka kesini” wajah kedua adikku hadir dipelupuk mataku. Takku sadari pipiku basah. Aku merindukan keduanya.
Setelah mereka merasa lelah kami pun pulang. Alhmdulillah selamat tanpa tujuan, tanpa melihat ada polisi di jalan. hehe


           
Welcome to STAIN Pontianak

“Selamat datang di STAIN Pontianak!” kalimat itu adalah hadiah ulang tahunku diusia 18 tahun. Ya, tepat tanggal 15 Agustus 2011 yang bertepatan dengan hari kelahiranku technical meeting Opak mahasiswa baru. Hari itu juga ketua STAIN  Pontianak DR.H. Hamka Siregar, M.Ag mengucapkan selamat kepada seluruh mahasiswa baru. Hari itu bertepatan juga dengan bulan suci ramadhan, kami diberikan arahan untuk mempersiapkan pernak pernik kegiatan Opak (Ospek). 

              Senin pagi, semua berkumpul di aula STAIN, mahasiswa yang berjumlah empat ratus lebih memenuhi ruangan aula tersebut. Kakak-kakak panitia Opak sudah berjejer rapi di depan kami semua, satu persatu dari mereka memperkenalkan diri. Suara bang Ian, bang Rahmat dan bang Hanafi memenuhi ruangan aula dengan pengeras suara yang masing-masing ada di tangan mereka. Kami pun di minta mencatat keperluan untuk mengikuti kegiatan esok hari. Hum, belum juga di mulai Opaknya tapi kami sudah merasa di kerjain oleh panitia. Kami di bagi menjadi 21 kelompok. Aku masuk kelompok 14 dengan mentornya bang Ya’kub. Aku dan teman kelompokku banyak di ajak bang Ya’kub sharing. Technical meeting itu berlangsung sampai jam 14.00 wib. 

              Terik matahari tak membuat luntur semangatku, ditambah lagi dengan puasa semakin membuat api dalam dadaku berkobar-kobar. Sepulang dari Kampus aku memutuskan untuk membeli persiapan yang belum aku punya. Setelah apa yang aku pelukan dapat, aku pun langsung pulang ke kos. Aku berbaring sejenak melepas lelahku. Hatiku basah mengenang semua nikmat dan kasih sayang Illah yang begitu besar padaku. Tekadku semakin bulat untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah Allah berikan kepadaku. Anggap saja aku adalah santri di STAIN ini, merealisasikan apa yang selama ini aku inginkan “Mondok”. 

              “Allahuakbar Allahuakbar” suara azan berkumandang, aku melafkan hamdalah lalu berdoa sejenak sebelum berbuka. Bukankah doa saat berbuka puasa sangan makbul, aku tidak ingin melewati kesempatan itu untuk mendoakan kedua orang tua, adik-adikku dan juga diriku sendiri. Aku minum seteguk air yang kusediakan. Hatiku basah. Tak tau, tiba-tiba ada yang menyeruak dalam hatiku. Airmataku mengalir dengan derasnya, teringat wajah ayah, ibu dan adikku. Namun aku segera beranjak shalat magrib sehingga aku bisa lebih tenang jika sudah bersimpu di hadapan Penggenggam Hatiku Allah Azza Wa Jalla.

              Aku terjaga dari tidurku yang lelap. Kulihat jam di Hand Phoneku menunjukan pukul  03.00 wib, aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan berwudhu menunaikan qiyamulail. Di keheningan malam, dalam sujud panjangku. Aku memohon kepada Illahi Rabbi supaya dijaga dan dipelihara selalu. Aku sadar disini aku sebatang kara, merantau. Berjuang mencari ilmu Allah. Teman-teman kos dan teman-teman baruku lah yang menjadi keluargaku disini. Setelah puas bersua, aku langsung menuju dapur memasak sayuran yang kemarin sore aku beli. Aku sahur bersama teman-teman kosku. Rasanya khidmat sekali, rasa kekeluargaan diantara kami terasa sangat indah. 

              Setelah shalat subuh, aku langsung bersiap ke kampus. Kami di minta paling lambat pukul 05.00 pagi sudah harus kumpul di depan gerbang STAIN. Sepeda motorku dengan kecepatan tertinggi membelah jalan A.yani. Jalanan masih sangat sepi jadi bisa ngebut. Sesampainya di tikungan jalan tepatnya jl. Suprapto aku  diberhentikan oleh panitia, tampak olehku teman-teman yang lain juga banyak yang terburu-buru. Cara maiannya adalah bagi yang membawa sepeda motor di Jl. Suprapto harus diseret motornya sampai ke tempat parkir STAIN. Yang jalan kaki langsung menuju kumpulan teman-teman, berbaris di depan gerbang. Dengan semangat aku setengah berlari menyeret motorku. Hum, belum lagi jika melewati barisan anak laki-lakinya di sorakin sama mereka. Dengan seragam putih hitam, kaos dan sepatu hitam, papan nama dikalungkan dan tas ransel hitam. Namun, tidak sama sekali membuatku malu aku tetap konsentrasi memapah motor kesayanganku itu. Kuparkirkan ia dank u tinggalkan berkumpul bersama teman-teman baruku. Menunggu perintah masuk dari abang-abang panitia  kami bernyanyi bersama dipandu bang Munawir, terlihat dari kejauhan teman yang lain masih ada yang menyeret motor. Ada yang berlari. Setengah dibentak oleh panitia teman yang terlambat membentuk barisan baru.

              Untuk masuk gerbang juga ada syaratnya lho. Harus hafal password yang diberikan sewaktu technical meeting. Jadi setiap subuh selama 4 hari seperti itulah kegiatan kami.  Menyeret motor, bisa saja diantar. Namun aku tidak mau merepotkan teman kosku yang mereka juga punya kesibukan. Jika harus diantar jemput setiap harinya selama ospek rasanya gak enak. Jadi kuputuskan untuk pergi sendiri dengan resiko yah itu tadi menyeret motor. 

              Berbagai aktifitas yang kami lakukan atas perintah panitia, hari pertama aku dan teman-teman di minta berbaris di lapangan upacara. Aku mencari kelompok 14 dengan nama Opu Daeng Man Ambun. Masing-masing berbaris menurut kelompoknya. Dan menampilkan yelyel. Hari sudah mulai terang. Panitia sudah berdatangan semua. Satu persatu panitia melihat perlengkapan kami. Ada yang dipatahkan papan namanya karena tidak memenuhi syarat. Ada juga yang dihukum karena datang terlambat. Seharian penuh kami banyak dilapangan hari pertama itu. Latihan upacara 17 Agustus. Setiap harinya kami pulang jam 17.00 wib.
NOTE: Penggalan cerita dalam buku ini sudah saya share: Sahabat, Ternyata Bukan Yogyakarta, Sang Teladan, Sentuhan Rindu untuk Bapak dan Ibuku Tercinta. SEMOGA BERMANFAAT ^_^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar