Selasa, 20 Maret 2012

Setia dalam Janji Suci


                         
Aku terbangun dari  lamunan sendu dihari itu. Aku sangat merindukan sosok yang tegar dan penuh semangat itu, pelukan hangatnya, motivasinya, semangatnya dan kesetiaannya serta kasih sayangnya padaku, sungguh dialah sahabatku yang selalu dihati.
Dian Sartika namanya, sejauh ini dialah sahabat karibku yang setia mendengarkan keluhkesahku dan isak tangisku. Aku teringat ketika ia datang menghampiriku dan memeluk erat tubuhku seraya berkata, “selamat ulang tahun, semoga panjang umur, sehat selalu dan tercapi cita dan cintamu” bisiknya padaku. Tanpa sadar ada setetes embun yang keluar dari sudut mataku. Ya kebiasaan kami adalah tukar kado saat Hari Ulang Tahun kami. Dia lahir pada tanggal 8 september 1992, ya Dian lebih tua dariku 1 tahun. Aku sudah menganggapnya kakak.
 Dia selalu memboncengku setiap kali kami pergi berdua baik ke Sekolah maupun jalan-jalan. Ya, selama 6 tahun kami bersahabat aku belum pernah memboncengnya. Sampai sekarang aku belum tau apa sebabnya dia tidak mau bila aku yang memboncengnya. Bisa jadi karena faktor  postur tubuhnya yang lebih besar dan tinggi dariku, tapi aku sering sekali melihatnya dibonceng oleh kakaknya yang lebih kurus darinya. Hum… kira-kira apa ya??? Ah, sudahlah.
Kakde begitulahlah aku menyebutnya, dia anak ke-3 dari 3 bersaudara. Kami sudah kenal dari pertama aku pindah Sekolah ke Sekura, sejak itu aku baru kelas 4 SD. Sejak SD kami berteman biasa tapi sudah dekat dia sering bercerita dengan polosnya tentang dirinya kepadaku. Ketika akan mendaftar ke SMP kami pergi bersama, setelah dinyatakan kami diterima di SMPN 1 Telukkeramat diadakanlah MOS. Hari itu sangat cerah, kami anak-anak baru memakai seragam merah putih dan berkumpul dilapangan. Pembagian Kelaspun tiba, satu persatu nama-nama kami dipanggil. Dan ternyata aku dan Dian satu Kelas, Kala itu Kelas 7 ada 3 Kelas yaitu Kelas 7A, 7B, dan 7C, kami berada di Kelas 7B. Kami berduapun memutuskan untuk duduk bersama selama 1 tahun.
Hari-hari yang kulalui bersamanya semenjak menjadi anak SMP sungguh sangat menyenangkan, kami selalu berdua baik itu pergi ke Kantin, ke Perpustakaan. Aku merasa nyaman berada didekatnya, semenjak itu aku mengajaknya berikrar untuk bersahabat denganku dan dia sangat bahagia,
Aku menghentikan langkahku, berdiri dihadapannya dan menatapnya” mau gak kalau kita bersahabat?” tanyaku
“iy aku mau.” Jawabnya sambil menyungging senyum manis
“ ayolah, sekarang kita sahabatan Karena Allah!” aku mengulurkan tanganku kearahnya untuk berjabat tangan
Dia meraih tanganku sambil berkata “ ya, kita bersahabat karena Allah.” Sautnya dengan mata berbinar
  Dari kelas 7 sampai sekarang Alhamdulillah persahabatan kami masih dijaga oleh Allah.
            Sore itu langit sendu dan hawa dingin sang angin meresap ketubuhku, kupejamkan mataku sejenak mencoba menikmati kesejukan hati dan ketentraman jiwa. Sepeda motorku melaju menuju Rumah Dian, tas selepang kesayanganku yang menempel dibahu kiriku selalu ikut menemaniku untuk meringankan bebanku membawa buku-bukuku. Ya..aku memang di juluki si kutu buku, karena kebiasaanku yang selalu membawa banyak buku setiap harinya ke Sekolah. Tas ku penuh dengan buku tulis dan ditanganku buku paket untuk pelajaran hari ini selalu mewarnai langkah kakiku dan itulah cirikhasku. Setibanya di Rumah sahabtku itu, kamipun segera mengerjakan tugas dari guru-guru kami. Setelah mengerjakan tugas, waktu senggang kami habiskan untuk berbagi cerita bersama, terkadang kami tertawa bersama dan tak jarang menumpahkan air mata bersama…kebersamaan itulah yang mempererat ukhuwah diantara kami.
            Pernah suatu ketika kami berdua sedang makan diluar bersama, tiba-tiba ada yang menyapa Dian dengan sebutan  amoi, kami tertegun dan saling menatap heran, aku langsung berkata  “maaf, teman saya ini melayu bukan cina”. Orang tersebutpun langsung mengalihkan pembicaraan untuk mengabur rasa malunya. Ya, memang benar kalau dilihat dari matanya Dian seperti layaknya orang cina karena matanya yang sipit seperti cina. Sejak duduk dibangku SD Dian tinggal bersama Pamannya, ketika ia berusia 2 tahun Ayahnya meninggal dunia. Dan sekarang Ibunya tinggal didaerah Pemangkat. Dian mempunyai 2 orang kakak, kakaknya yang pertama sudah berkeluarga dan kakaknya yang kedua kuliah sambil kerja dan tinggal dikontrakan sendiri. Dialah sahabatku yang tegar dalam menghadapi setiap cobaan dalam kehidupannya, bahkan disaat ia punya masalah dia mampu untuk mendengarkan keluh kesahku dan memberi motivasi kepadaku.
            Waktu masih SMP hampir setiap hari aku ke Rumahnya untuk melepas rindu dan mengerjakan tugas bersama. Aku sangat dekat dengan keluarganya, mereka sudah seperti keluargaku sendiri, apabila ada acara khitanan ataupun halalbihalal di Rumah sahabatku itu. Aku pasti diajak untuk datang dan kami selalu menjadi bagian bersih-bersih dan cuci piring aku layaknya tuan rumah. hehehe sungguh itu adalah hal yang sangat menyenangkan bagiku dan menambah rasa cinta dianatara kami.
            Masa SMA dimana kami masih dipersatukan dalam satu kelas hanya saja kami tidak duduk bersama lagi. Setelah kenaikan kelas dan pembagian jurusan barulah kami berpisah, aku di kelas IPA sedangkan Dian kelas IPS. Semenjak itu aku tidak bisa lagi sering-sering ke Rumahnya karena tuga sekolah mulai menumpuk dan aku sering jatuh sakit. Mana kala aku sakit dia selalu dating menjengukku. Keunikan dalam persahabatan kami ini adalah kami tidak pernah berfoto berdua! Entah mengapa kamipun heran, bukan karena tidak ada kesempatan tapi kalau diminta untuk foto berdua kami sama-sama menolak. Sampai sekarang belum ada foto kami yang berdua saja. Karena menurut kami berdua persahabatan itu tidak mutlak harus ada foto berdua karena apa? Karena hati kami tetap dekat walau terpisah jarak sekalipun.
            Aku sungguh ingin membawanya berada dalam kenikmatan cinta Ilahi aku sangat berharap dia bisa menyusulku menggunakan hijab. Aku selalu berusaha untuk mengarahkannya namun belum juga hatinya tertarik untuk mengenakan hijab yang memulikan wanita-wanita yang mulia disisi Tuhannya. Meskipun begitu dialah orang yang paling bahagia disaat aku memutuskan hendak berjilbab, dia yang menemaniku belanja keperluanku,dia yang menemaniku dan memberi saran untuk model pakaian seragamku yang hendak dipotong, dan dialah yang selalu bangga menjadi sahabatku, ketika yang lain mencemoohku.
Namun aku yakin, suatu saat dia pasti akan menyusulku,menyusul sahabat karibnya dan ikut merasakan lezatnya nikmat iman dan islam yang sesungguhnya.

Aku ingat jelas makna persahabatan kami yang keluar dari bibir manisnya, dia mengatakan,
“ kita bersahabat tidak seperti orang yang selalu bersama, kita jauh tapi kita dekat. Saat kita sama-sama semuanya peristiwa indah, kita jarang bersenang-senang, dan kita berjumpa biasanya untuk meluapkan keluh kesah kita masing-masing”. Tuturnya dengan air mata berlinang.
Sekarang Dian belum bisa melanjutkan pendidikannya untuk kuliah, dia menjadi penjaga salah satu Toko yang ada di Pasar Sekura. Dan ia juga ikut kursus Komputer untuk bekal kerjanya nanti.

Sahabat …..
Sebuah kata yang memiliki makna yang sangat dalam bagiku
Sahabat….
Bukanlah kata yang terucap hanya dibibir saja
Sahabat….
Tak pernah lelah menghibur jiwa yang lara
Dia yang selalu ada dalam tangis dan tawa
Menyejukkan jiwa yang dahaga
Menebar cinta dalam sahaja
Sahabat…
Dianya yang mampu menguatkan hati yang tersakiti
Setia dalam janji suci
Sampai akhir nanti
Sahabat…
Dia datang tanpa pernah permisi
singgah direlung hati yang suci
Takkan  pernah ternodai oleh rasa benci
Sahabat…
Menabur benih cinta dengan kebersamaan
Menyatu dalam perbedaan
Saling menguatkan
Dan takkan pernah terpisahkan
Sahabat…
Bagaikan mawar yang sedang mekar
Menebarkan harum semerbak yang segar
Pada jiwa-jiwa yang tegar
Sahabat…
Bukanlah dia yang selalu dekat raganya
Bukan juga dia yang bersama untuk hura-hura
Namun sahabat…
Adalah dia yang selalu ada dalam suka dan duka
Dan….
Selalu dekat meskipun jarak memisahkannya






            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar